Sabtu, 28 Juli 2012

Maafkan aku jika aku terkadang memaksa akan arti sebuah keharusan untuk berdakwah

Tlah aku niatkan dan ikhlaskan dari awal.
Semula yang tak saling kenal, tetapi kini karena-Nya kita jalani hari-hari peluh bersama.
Tak tau apakah sama rasa yang sering bergelayutan dalam hati, terkadang khawatir itu slalu ada.
Khawatir dampak dari mahabbah lillahitaala.

Kesedihanmu adalah kesedihanku juga.
Kebimbanganmu bahkan sering sampai pada kebimbanganku juga.

Allohualam apakah rasa ini kau ketahui atau bahkan tidak sama sekali. Tidak penting bagiku!
Bukankah keikhlasan tidak perlu kata-kata
yang terlontar dari bibir kita? Walaupun kewas-wasan kadang hadir dan menyelinap.
#

Dengan segala kerendahan hati,
kumohon dibukakan pintu maaf. Jika raga ini yang slalu memaksakan akan arti sebuah keharusan untuk berdakwah.
Aku sadar, proses itu sangatlah panjang bagimu yang baru dalam lingkaran ini.
Tetapi, sebisa mungkin aku tenangkan pikiran untuk tetap sabar mendampingi dan mengayomi.

Canda, bahkan sering gurau.
Aku membaur juga karenamu, aku bersedekap juga karenamu.
Maafkan aku jika aku terkadang memaksakan akan arti sebuah keharusan untuk berdakwah.
Sulit memang.
Aku bangga, bahkan haru ketika amanah beratpun kau sambangi walau penuh caci. Bahkan perlu berkorban dulu.
Demi menjaga amanah yang sering kuberikan, kau rela tutupi kejenuhan ini.
Ya Alloh..
#

Bahkan kini, aku merasakan sebuah pratinjau kegelisahan dan kekhawatiran tentang dirimu.
Khawatir jika memang
raga ini tak dapat bersua lagi, khawatir dengan kesibukanmu, rutinitasmu.
"Sedang apa kau disana?"
Dahaga yang sering kurasakan adalah bentuk kerinduan akan canda, tawa kita yang kemarin.

Maafkan aku jika aku terkadang memaksa akan arti sebuah keharusan untuk berdakwah.

Kamis, 12 Juli 2012

SEDIKT SHARE ^^

Dalam sebuah majelis kajian pekanan, Sang MR bertanya pada para binaanya. 

“ Sepanjang perjalanan dakwah yang sudah kalian jalani, apakah kalian sudah merasakan lelah, bosan, atau kesal karena urusan dakwah telah banyak merampas waktu dan hidup kalian? Jika iya, katakan saja yang jujur pada saya” 

Semua binaanya diam, tak ada yang berani memulai untuk menjawab. Hingga kemudian, salah satu binaan mengacungkan tangan meminta ijin untuk bicara pada MR-nya.

“ Ane pernah Kang. Ada satu waktu dimana Ane merasa sangat lelah, ketika amanah dakwah banyak menyita waktu luang, waktu istirahat dan waktu terpenting dalam hidup Ane. Sejak bergabung dengan dakwah, Ane hanya punya 3 waktu, waktu untuk ibadah, waktu untuk amanah, dan waktu istirahat dimana didalamnya masih terbagi untuk tidur dan belajar. Ane juga pernah merasa bosan, saat usaha dakwah tidak menampakkan hasil, atau kalaupun ada, hasilnya tidak sangat sebanding dengan apa yang sudah Ane lakukan. Ane juga kadang kesal ketika harus dituntut menang atas perasaan Ane, hal-hal yang kecil saja bisa menjadi sangat rumit, terlebih jika sudah mengatasnamakan perkara hati yang tidak boleh ada pada seorang aktivis”

MR tersebut tenang mendengarkan curhat sang binaan, lalu bertanya lagi.
“Lalu apa yang membuatmu masih bertahan di jalan ini?”

Binaan yang lainpun ikut menjawab :
“Satu hal yang sangat saya tekankan dalam diri Kak, juga peringatan indah dari teman lainnya, bahwa syurga itu terlalu indah jika harus di raih dengan amat mudah.

Karena sesuatu akan lebih terasa indah ketika kita mendapatkannya dengan perjuangan yang sangat melelahkan. Dan insha Alloh, semua yang saya lakukan demi mengumpulkan mahar ke syurga”

Dan MR-pun tersenyum bangga atas curhat dan jawaban binaan-binaanya.

TERSAMPAIKAN PADA BULAN RAMADHAN


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Al-baqarah (2) : 183)


Tinggal menunggu waktu Ramadhan akan tiba menyelimuti segala kegelisahan, keburukan, dan segala hal yang kurang baik dimata ALLOH. Ramadhan bagaikan penebusan dosa yang siap melipatgandakan kebaikan yang kita lakukan, menahan kita agar tidak berbuat buruk, serta hal-hal lain yang saat-saat itu semua menjadi lebih damai dan tentram. 


Berbanggalah dengan hadirnya bulan Ramadhan nan Barakah, berikan yang terbaik untuk tahun ini karena kita tidak pernah tahu ALLOH masih memberikan kita kesempatan bertemu Ramadhan tahun depan atau tidak.Jika Ramadhan yang lalu masih belum memberikan efek apapun pada diri kita, maka sebenarnya ALLOH memberikan kesempatan kita pada Ramadhan saat ini, manfaatkanlah waktu yang ada dan gapailah cita tertinggi yaitu ridha ALLOH SWT. Bermimpilah besar untuk akhirat, karena kita terlalu sering bermimpi dunia. Tujulah tujuan hidupmu yang sebenarnya, bertemu ALLOH serta Rasulullah. Semoga kita termasuk umat yang diberikan syafaah oleh Rasulullah. Aaamiin..
Ada beberapa hal dalam mempersiapkan diri kita menghadapi bulan Ramadhan, beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain :


1. Siapkanlah Niat terbaik kita tahun ini dengan niat yang hakiki, agar puasa kita berkah, ibadah kita diterima serta menghilangnya kebiasaan syaithan yang selalu mengganggu kita. Hal ini merupakan hal yang mudah namun susah, karena urusan niat merupakan urusan hati bahkan terkadang diri kita tidak tahu bahwa niat kita telah melenceng. Maka salah satu mengatasi agar niat kita tidak melenceng adalah dengan berdo’a pada ALLOH agar niat kita diluruskan. Urusan hati merupakan kehendak ALLOH, ALLOH Maha membolak-balikan hati manusia maka sepantasnya diri kita memohon agar hati ini senantiasa diluruskan.


2. Siapkanlah fisik kita, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan fisik kita sebelum datang bulan Ramadhan. Salah satu cara adalah dengan berpuasa sunah, baik puasa senin-kamis maupun puasa sunah lain. Tetapi tidak ada puasa khusus sebelum Ramadhan, lakukanlah puasa sunah yang dicontohkan oleh Rasulullah.


3. Siapkan pengetahuan kita tentang puasa Ramadhan, kaidah puasa Ramadhan, keutamaan-keutamaan puasa Ramadhan. Karena banyak dari kita yang hanya puasa menahan lapar dan haus namun tidak mendapatkan pahala sedikitpun, jangan sampai kita termasuk golongan orang yang seperti itu. Bisa pula mencari kaidah-kaidah fiqih puasa ramadhan, baik hal-hal yang membatalkan puasa, membatalkan pahala puasa, pahala yang berlipat saat melakukan kegiatan tertentu seperti dzikir, tilawah, shalat sunah, dll. Tetapi jangan berpegang pada hadits yang menjelaskan tentang tidur adalah ibadah, tidur lebih baik dari pada melakukan keburukan. Namun tidurseharian tanpa melakukan apapun akhirnya menjadi haram dan dapat membatalkan pahala puasa kita.


4. Siapkan target tahun ini, seperti khatam qur’an dengan terjemahannya, menambah hafalan  1 juz al-qur’an, I’tikaf dimasjid dekat rumah ataupun di masjid agung di kota masing-masing, shalat tasbih, tahajud, dll serta banyak kegiatan atau target lain yang bisa kita catat dalam agenda bulan ramadhan kita.


5. Siapkan jadwal full di bulan Ramadhan, keburukan dapat hadir saat kita tidak melakukan hal-hal yang bermanfaat, maka untuk mencegah keburukan jadwalkanlah kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dalam bulan Ramadhan. Pada hari kerja kita akan disibukan oleh pekerjaan kita, namun ada kalanya libur waktu awal ramadhan dan akhir ramadhan. Pada awal ramadhan isilah kegiatan dengan ta’lim-ta’lim islami, serta pengkajian tentang al-qur’an, hadits, kitab, dll. Pada akhir ramadhan isilah dengan I’tikaf, menghafal alqur’an, dll. Atau bisa saja mengisi kegiatan manfaat lain seperti menulis buku, blog, membaca buku, mengerjakan tugas atau skripsi, buka puasa bersama, dan hal-hal lain yang lebih menarik tetapi tetap bermanfaat.


Berbahagialah masih diberikan kesempatan menemui bulan ramadhan, dan berdo’alah kepada ALLOH agar tersampaikan pada bulan ramadhan, karena banyak orang yang akhirnya dicabut nyawanya oleh malaikat izrail sebelum akhirnya bertemu dengan bulan ramadhan.


Semoga tulisan ini memberikan manfaat untuk siapa saja yang membacanya, termasuk penulis sendiri yang masih harus memperbaiki diri. Kadang lidah ini sangat tajam menusuk, maka maafkanlah penulis atas segala kesalahan penulis selama ini. Semoga kita sampai pada bulan yang barakah, dan dapat memperbaiki diri kita. Allahu’alam bishawab..

MENJADI PRIBADI YANG BERMANFAAT

Dalam Al-Qur’anul Karim Surat Al-Ashr (103): 1-3, Allah berfirman yang artinya sebagai berikut.
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Hanya individu-individu yang beriman dan kemudian mengamalkannyalah yang tidak termasuk orang yang merugi, serta mereka bermanfaat bagi orang banyak dengan melakukan aktivitas dakwah dalam banyak tingkatan.




Lebih lanjut, dalam Al-Qur’an surat Al-Imran (3) ayat 104, Allah berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Dengan demikian, hanya orang-orang yang mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkarlah orang-orang yang memperoleh keuntungan.

Setiap muslim yang memahami ayat di atas, tentu saja berupaya secara optimal mengamalkannya. Dalam kondisi kekinian dimana banyak sekali ragam aktivitas yang harus ditunaikan, ditambah pula berbagai kendala dan tantangan yang harus dihadapi.

Seorang muslim haruslah pandai untuk mengatur segala aktivitasnya agar dapat mengerjakan amal shalih setiap saat, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, dirinya menginginkan sebagai ahli ibadah, dengan aktivitas qiyamullail, shaum sunnah, bertaqarrub illallah, dan menuntut ilmu-ilmu syar’i. Dalam hubungannya secara horizontal, ia menginginkan bermuamalah dengan masyarakat, mencari maisyah bagi keluarganya, menunaikan tugas dakwah di lingkungan masyarakat, maupun di tempat-tempat lainnya.

Semua itu tentu saja harus diatur secara baik, agar apa yang kita inginkan dapat terlaksana secara optimal, tanpa harus meninggalkan yang lain. Misalnya, ada orang yang lebih memfokuskan amalan-amalan untuk bertaqarrub ilallah, tanpa bermu’amalah dengan masyarakat. Ada juga yang lebih mementingkan kegiatan muamalah dengan masyarakat, tetapi mengesampingkan kegiatan amalan ruhiyahnya.

Dalam hal ini, manajemen waktu untuk merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada haruslah memiliki landasan-landasan berikut.

1. Pengetahuan Kaidah yang rinci tentang Optimalisasi Waktu
Setiap muslim, hendaknya memahami dan mengetahui kaidah-kaidah yang rinci tentang cara mengoptimalkan waktunya. Hal ini bertujuan untuk kebaikan dan kemaslahatan dirinya dan orang lain. Tokoh-tokoh seperti Imam Ibnul Jauzi, Imam Nawawi, dan Imam Suyuthi adalah orang-orang yang menjadi teladan bagi orang-orang yang bisa mengoptimalkan waktu semasa hidupnya.

2. Memiliki Manajemen Hidup yang Baik
Setiap muslim haruslah pandai mengatur segala urusan hidupnya dengan baik, menghindari kebiasaan yang tak jelas, matang dalam pertimbangan dan mempunyai perencanaan sebelum melakukan pekerjaan. Ia harus berpikir, membuat program, mempersiapkan, mengatur dan melaksanakannya.

3. Memiliki Wudhuhul Fikroh
Seorang muslim haruslah memiliki keluasan atau fleksibilitas dalam berpikir, seperti mampu berpikir benar sebelum bertindak, berpengetahuan luas, mampu memahami substansi pemikiran dan paham. Hal itu penting sebagai dasar pengembangan berpikir ilmiah.

4. Visioner
Seorang muslim juga harus memiliki pandangan jauh ke depan, bisa mengantisipasi berbagai persoalan yag akan terjadi di tahun-tahun mendatang.

5. Melihat Secara Utuh setiap Persoalan
Setiap orang yang dapat mengatur waktunya secara optimal, tidak melihat masalah secara parsial. Karena bisa jadi, persoalan itu memiliki kaitan dengan yang lainnya.

6. Mengetahui Perencanaan dan Skala Prioritas
Mengetahui urutan ibadah dan prioritas, serta mengklasifikasi berbagai masalah adalah faktor penting dalam mengatur waktu agar menghasilkan kerja yang optimal. Dengan membuat skala prioritas, akan menghindarkan dari ketidakteraturan kegiatan.

7. Tidak Isti’jal dalam Mengerjakan Sesuatu
Mengerjakan sesuatu dengan tidak tergesa-gesa dan berdasar pada ketenangan jiwa yang stabil merupakan landasan yang penting dalam mewujudkan hidup yang lebih baik.
Sementara, orang yang musta’jil menginginkan agar dalam waktu singkat ia mampu melakukan hal-hal yang terpuji, sekaligus meninggalkan hal-hal yang tidak terpuji. Hal ini jelas tidak sesuai dengan sunah kauniyah, yaitu hukum alam dan kebiasaan.

8. Berupaya Seoptimal Mungkin
Jika kita menginginkan terwujudnya aktivitas amal shalih, maka secara optimal kita harus mengarahkan diri pada persoalan itu sesuai kemampuan yang ada pada diri kita.

9. Spesialisasi dan Pembagian Pekerjaan
Setiap muslim haruslah memiliki keahlian tertentu. Ia boleh memiliki pengetahuan luas, tetapi ia juga perlu memfokuskan pada keahlian tertentu.

***

Landasan-landasan di atas hanya dapat dipenuhi, jika telah memenuhi syarat sebagai berikut.

1. Disiplin dan Pembiasaan sejak dini
Penanaman disiplin akan waktu, mengahargai waktu sejak kecil merupakan hal penting. Dengan demikian, ia akan terbiasa untuk mengatur hidupnya secara mandiri dan optimal untuk merencanakan berbagai macam aktivitas. Disiplin terkait dengan ibadah, tidur, makan, termasuk senda gurau. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Berilah istirahat hati karena kalau dipaksakan akan membabi buta.”

2. Memiliki Kecerdasan dan Kejeniusan
Munculnya indikasi kecerdasan pada seseorang merupakan faktor penting untuk bisa mewujudkan hal di atas.

3. Memiliki Kondisi Fisik dan Mental yang Positif
Untuk melaksanakan manajemen waktu yang optimal, memang perlu ditunjang dengan adanya keinginan yang kuat, tindakan yang terus menerus, aktif, lapang dada, penuh optimisme, berpengetahuan luas, mampu memadukan berbagai pemikiran dan mampu mengendalikan emosi, seperti sedih, berduka dan susah, di samping memiliki budi pekerti dan akhhlak yang tinggi.

4. Memiliki Keterampilan
Pengetahuan yang luas, tanpa diiringi dengan ketrampilan hanya akan menjadi aksi yang tidak kongkret. Banyak orang yang pandai berbicara, tetapi hanya sedikit orang yang bisa bekerja dan menekuni bidang pekerjaannya.

Selasa, 10 Juli 2012

Bergeraklah,
Atau Hanya Diam?? Lalu Mati??
Karena Diam identik dengan Kematian



QS. At-Taubah : 41
Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan, maupun rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu dijalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui




Selamat Berjuang kawan..
Perjalanan ini pahit, tapi yakinlah buah atas kepahitan ini adalah setumpuk kemanisan yang dahsyat.
Sampai bertemu di-jannah-Nya yaa :)

LIMA HAL YANG TELAH MENGIKAT KITA


Ikhwahfillah yang dicintai dan dirahmati oleh ALLAH SWT, kita sama-sama telah tahu bahwa jalan dakwah ini adalah jalan yang sangat panjang, jalan yang terjal, yang penuh dengan lika-liku, karena itu, ini bukanlah merupakan jalan yang nikmat dan nyaman, serta penuh santai. Karakter jalan ini sama dengan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah beserta para sahabatnya dalam menegakkan dan mensyi’arkan ISLAM sebagai agama yang Rahmatan lil ‘Alamin. Tapi, inilah jalan yang telah kita pilih kawan, inilah jalan yang kita pilih dalam hidup kita, untuk menuju kebahagiaan yang hakiki di akhirat kelak.
      Oleh karena itu, kita harus senantiasa berusaha mengikat diri kita di jalan ini, dan dengan saudara-saudara kita yang memilih jalan ini sebagai suatu jalan dakwah dalam hidupnya. Setidaknya ada 5 ikatan yang dapat kita jadikan acuan, kita jadikan motivasi untuk tetap terus berada di jalan ini, kelima ikatan (rabithatu) itu adalah:
       Pertama, rabithatu al-‘aqidah, dimana dijalan ini kita diikat oleh tali ikatan ‘aqidah islamiyah yang senantiasa menyatukan kita di jalan ini, kesamaan imanlah yang menghimpun dan mengikat kita serta saudara-saudara kita di jalan ini.
        Kedua, rabithatu al-fikrah. Sejak awal, kebersamaan kita di jalan dakwah ini memang dibangun oleh kebersamaan cita-cita dan pemikiran, yaitu menjadikan agama ISLAM sebagai ustadziyatul ‘alam, sebagai soko guru peradaban dunia. Disinilah kita disatukan dengan kesamaan ide, gagasan, keinginan, dan cita-cita hidup yang kita yakini bersama merupakan sarana yang dapat menyampaikan kita kepada keridhaan ALLAH SWT.
       Ketiga, rabithatu al-ukhuwah. Tak ada yang melebihi warna jiwa kita setelah keimanan kepada ALLAH, kecuali rasa persaudaraan di jalan ini karena ALLAH SWT. Kita di jalan ini, terikat oleh ruh persaudaraan yang tulus, yang senantiasa tersemai melalui kebersamaan kami berjalan dan memenuhi banyak tugas-tugas dakwah yang kami jalani. Kita semu berharap, persaudaraan kita di jalan ini adalah seperti yang digambarkan oleh Rasulullah tentang golongan orang-orang yang dinaungi oleh naungan ALLAH di akhirat kelak. Dimana salah satu golongan itu adalah : golongan orang-orang yang saling bercinta karena ALLAH, bertemu dan berpisah hanya karena ALLAH SWT.
         Keempat, rabithatu at-tandzhim. Perencanaan dan keteraturan kita di jalan dakwah ini, sudah tentu menandakan bahwa kita harus memiliki sebuah wajihah (organisasi) yang mengatur kita. Dalam organisasi dakwah ini, berlakulah ketentuan sebagaimana orang yang bekerja di dalam sebuah perusahaan, dan harus terikat dengan ragam peraturan yang diberlakukan. Seperti itulah kebersamaan kita di jalan ini. Kita juga mempunyai displin dan aturan yang kita sepakati untuk diberlakukan selama kita berada di jalan ini, dan kita pun terikat dengan peraturan-peraturan itu.
       Kelima, rabithatu al-‘ahd. Di jalan ini, kita masing-masing telah mengikrarkan janji. Janji yang paling minimal adalah janji yang tercetus di dalam hati kita, dalam diri kita sendiri, kepada ALLAH SWT. Atau bahkan juga janji kepada saudara-saudara seperjalanan untuk tetap setia dan mendukung perjuangan. Kita terikat dengan dua jenis janji itu.
Andai, di tengah-tengah perjalanan dakwah ini, kita harus mengalami terpaan ujian, fitnah, godaan, rayuan. Kita berharap, kelima ikatan ini bisa membuat kita tidak pernah bisa terhempas, terjatuh, tertinggal di jalan dakwah ini.
#Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami..

Kamis, 05 Juli 2012

DINAMIKA HIDUP (IV)

Masalahnya mereka tahu..
Ntah apa motivasinya, tetapi yang jelas mereka tahu bahkan paham itu adalah salah besar!


Beranjak dari sebuah studi kasus disertai analisa panjang, akhirnya saya temukan satu kesimpulan besar terkait makna "fasik" itu sendiri.
Dalam beberapa kasus, sering kita jumpai beberapa lakon kehidupan yang memanfaatkan kehidupannya dengan apa yang semestinya dia lakukan sebagai hamba Alloh.
Ibadah sesuai syariat sudah biasa, sesuai rukun dan tentunya disesuaikan dengan kapabilitas masing-masing hamba-Nya.
Berkejar-kejaran dengan waktu dan menyimpulkan akan arti sebuah kehakikian. Yang makna kurang lebih beracuan kepada fitrah sebagai Muslim yang kaffah.
Berat memang!
Mempertahankan ideologi yang seharusnya memang diperjuangkan. Tetapi inilah adanya, bergelumat dengan khayal dan tak jarang banyak "oknum" merasuki hingga akhirnya terjerembab pada kubangan penuh "sampah", : sampah!

Sayangnya,
tidak mereka sadari, bahwasannya itu semua didasari akan arti sebuah komitmen dan janji ketika dahulu mereka diciptakan dari segumpal daging dan setetes mani, geli memang!

Kecil, Hingga akhirnya dewasa.
Tetapi tidak bosan rasanya akan aktifitas penuh kecemasan membedakan hitam dan putih, membedakan manis dan pahit atau senang dan sedih.
Seakan semua berbaur, hingga akhirnya ditemukan sebuah carik penuh makna : FASIK!

Pertanyaannya : "Kapan bangkit???"
Tak resahkah dengan kedudukan saat ini? Kedudukan yang seharusnya dapat menjalankan aktifitas sebagaimana mestinya.
Kedudukan sebagai seorang jundi, sekaligus dai, pemangku dakwah ini untuk Islam lillahitaala ^^
Hanya sebatas celotehkah???
Hanya seumpama mimpikah??? Sementara realitanya nihil??? Miris yaa..
Disaat dewasa ini mengajarkan kita akan arti dari sebuah perjuangan dan persaingan. Lantas apa yang membuat kita masih berpangku tangan???
Lalu, apa yang masih membuat kaki ini sulit untuk berlari (Ingat berlari!)
***

Islam adalah sebuah metamorfosa panjang dari kejahiliyahan lalu kemenangan kembali kepada jahiliyah dan akhirnya kemenangan akan kembali direngkuh.
Yang jadi landasannya tetap pada jati diri kita sebagai seorang pejuang, bukan sebatas pemimpi yang bangga dengan mimpi-mimpi panjangnya, sementara masih enggan untuk mewujudkannya.



Perjalanan ini masih panjang, dan harus kita yakini akan sebuah makna : terjal, tandus dan sulit.
Terlihat seperti itu, tetapi yakini bahwasannya diujung sana ada gurun indah nan sejuk, yang akan kita jumpai sebagai sebuah kado termahal, serta upah akan perjalanan panjang kita.