Karya disaat penat :)
Wijaya, ST (13 Maret 2013 4.07 pm)
SBY dan PKS merupakan duo pusaran ilmu politik Indonesia dalam satu dekade terakhir. Kacamata, teropong hingga telinga masyarakat kebanyakan, dari Pak Amat sampai Pengamat, seakan tak henti memonitor sikap dan perilaku kedua subjek. Apapun yang dilakukan SBY dan atau PKS, selalu membuat jagad politik dan area abu-abu itu bergemuruh dengan lalu lintas informasi, dari yang benar hingga tenar, dari prior ke minor, atau dari yang sah sampai semata fitnah. Dahulu kita sering menyaksikan tajuk seperti: SBY Lamban, SBY Lembek, SBY Penakut, SBY , sekarang kita disuguhkan dgn topik SBY Presiden Demokrat, SBY Dikerumuni Sengkuni, termasuk yang paling anyar, SBY Bertemu Prabowo. Demikian halnya dengan PKS, partai masih seumur jagung dengan perolehan suara belum 2 digit, namun seolah negeri ini terus dihebohkan oleh terobosan dan kenyelenehannya berpolitik. Belum lagi jika kita membuat ragam fitnah, tuduhan dan humiliasi atas kader dan institusi PKS, terutama kasus mutakhir yakni konspirasi atas PKS via Luthfi Hasan Ishaaq, dengan tagline Suap Kuota Impor Daging. Bak sekali merengkuh dayung, 2, 3 target tercapai, dari pelemahan internal, pembunuhan karakter, hingga (tentu saja) kursi Menteri Pertanian.
Hasrat rekan-rekan PKS dalam Setgab atas posisi Kementerian Pertanian bukanlah isapan jempol belaka, melainkan ianya amat nyata walau kurang tertata. Semenjak dibesut oleh DR. Anton Apriantono [lulusan University of Reading, menteri paling miskin dikabinetnya meski digelari kemudian dengan Arsitek Swasembada Indonesia], kementerian ini sudah menjadi incaran, terlebih karena hubungan langsungnya dengan masyarakat semua lapisan. Nafsu pesaing PKS masa itu tidaklah terlampau besar mengingat masalah pangan menjadi keluhan internasional, krisis pangan global. Krisis ini membuat partai-partai pragmatis tidak ngoyo mendapatkannya,, high-risk. Hanya partai gila PKS saja yg berani. Memang orang gila selalu melihat ancaman sebagai sebuah peluang. Alhasil, siapapun mengakui bahwa Anton Apriantono menempatkan Indonesia sebagai satu negara yg mampu melewati krisis pangan, dari importer terbesar menjadi Negara berswasembada, khususnya beras. Masih ingat iklan PKS 2009?? Saya saja menganggap bahwa iklan ini cukup strategis meningkatkan suara PKS, apalagi kawan-kawan PKS yang lain, hehe.
SBY yang meLANJUTKAN kepemimpinannya, dgn jiwa besar, sangat mengakui keberhasilan kementerian pertanian (bahkan menjadi ikon kesuksesan Kabinet Indonesia Bersatu I). Implikasinya adalah amanah kementerian ini TETAP dipikulkan ke PKS, yang diwakili Pak Suswono (beliau 11-12 saja dgn Pak Anton). Bagi PKS, ini tentu menjadi ungkapan terima kasih SBY secara khusus. Jika pun (3) kementerian yang lain juga diamanahkan ke PKS, tak lebih karena perjuangan kader-kader dalam mempromosikan hingga mengawal suara SBY [maaf ya bro, sist, untuk yang satu ini, kader Demokrat pun melongo, seolah tak percaya akan komitmen PKS dilapangan]. Belakangan, Menristek miskin Suharna Surapranata kemudian diganti, sehingga jadilah amanah itu berkurang. It’s ok, there is no problem bro [sepertinya, angka 3 menjadi takdir PKS, menteri 3 orang cukup, partai bernomor 3 jreng, masuk 3 besar amat realistis]. Bahkan kalaupun SBY melanggar komitmen awalnya, bagi PKS, tekad membangun negeri adalah fardhu ain sekaligus kifayah, wherever and how many we are. Yang menjengkelkan itu kalau baca media nasional,,, PKS Si Anak Nakal. Selalu anak yang salah, durhaka, membangkang. Yang ada itu Anak Durhaka, kalau orangtua durhaka?? Memangnya siapa yang orang tua siapa yang anak?? Tanya satu bro,,, lebih cengeng mana, Orang Tua atau Si Anak?? Hehe. Saya menduga (mudah2an tidak meleset), kementerian pertanian adalah harga mati bagi PKS. Ada apa?? Kenapa??
Saya ingin memaparkan 3 hal ADA APA yang menjadi alasan utama terkait patok harga mati PKS atas kementerian pertanian (dalam tafsiran bahasa Ustadz HNW,”PKS tidak akan diam jika Mentan dizhalimi”).
- Bukan rahasia lagi bahwa PKS adalah partai anti penjajahan dalam segala bentuk dan wujudnya. Jangan heran pula kalau PKS secara massif dan konsisten menyuarakan kemerdekaan Negara Palestina atas hegemoni Israel, dari pungutan program 1 dollar-nya saban waktu. Perjuangan dan dukungan PKS terhadap Palestina merupakan spirit, azzam sekaligus symbol akan pentingnya nilai kemerdekaan, kemandirian dan martabat bangsa. Nah, bagi PKS, kelantaman pihak asing (baca: Amerika & Australia khususnya) sudah amat mengerogoti keluwesan bangsa Indonesia mengatur dirinya sendiri, hatta menyangkut apa2 yang masuk keperut kita, pangan. Yang kita kunyahpun, kalau bias, mereka semua yang mengatur. Sebuah penjajahan berwajah kerjasama. Nah, dimana-mana negeri dan lubuk, selalu saja ada pihak ketiga yang (dalam istilah Minangkabau) “menembak diatas kuda”; peduli amat dgn orang, yang penting saya dapat untung, meski modal hanya seujung. Salah satu wujud mereka ini adalah para (calo) importer. Setelah itu, anda pasti lebih tahu kan, bagaimana peran mereka menjebloskan Ustadz LHI ke penjara KPK [kemudian lihat saja, rembetannya ke Mentan bro,,, hmmm, so intelligent].
- Bahwa turunan dari kemerdekaan adalah kemandirian. PKS tentulah yang paling prihatin dengan kondisi sektor pertanian, bukan hanya karena keberhasilannya menaklukkan tantangan SBY dimasa KIB I, tapi memang inilah visi PKS, khususnya keSEJAHTERAan. PKS melihat dengan jeli bahwa kondisi geografi dan demografi Indonesia, memenuhi syarat untuk pencapaian kesejahteraan itu secara ekonomi. Nah, pertanian inilah key factor-nya, meskipun jikakalau disuruh memilih kementerian, saya amat yakin bahwa PKS akan memegang Mentan, Menperin/dag dan MenESDM. Bro, sudah bisakah membangun relasi antara kemerdekaan dan kemandirian terhadap kesejahteraan?? Mudah2an kita menjadi bangsa cerdas.
- Setelah merdeka dan mandiri, maka MARTABAT adalah turunan berikutnya. Bahasa sederhana (baca: kampung) dari martabat itu adalah harga diri, sementara bahasa canggihnya adalah daya saing dan keunggulan. Untuk hal ini, coba anda googling saja visi kementerian pertanian, nih: “Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan yang Berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Nilai Tambah, Daya Saing Ekspor dan Kesejahteraan Petani”. Jadi ingat eyang Soeharto; gemah ripah loh jinawi. Tak salah juga kalau Anis Matta mempromosikan kepahlawanan Bapak Pembangunan Soeharto, terlebih karena komitmennya dengan pembangunan pertanian.
Wallahu a’lam bis-shawwab.