Cc : Anton, Arif, Bob, Den, Destia, Eki, Hadi, Ifan dan Maulana
INI MIMPIKU KAWAN
Cengkareng – STT PLN Jakarta, 12 Sept 2023 M/1444 H
Kawan!!
Pernahkah
membayangkan tentang bagaimana Kemenangan Dakwah Kampus. Pernahkah
sepersekian detik kamu berkhayal tentang indahnya kampus ketika nilai
Islam meresapi setiap relung mahasiswa di kampus.
Tahukah kamu
kawan, aku pernah membayangkannya, aku pernah masuk dalam indahnya
bermimpi tentang kemenangan itu, rasanya sangat indah, dan aku ingin
juga membagi rasa ini kepada kawan semua.
Monolog berikut
kupersembahkan khusus untuk pejuang dakwah yang tak kenal lelah.
Yakinlah bahwa tetes keringat yang berjatuhan adalah saksi bisu atas
perjuangan besar Karena rindu pada
Robb..
***
Aku
sedang berjalan di jalan setapak taman masjid kampusku, sebuah masjid
kampus yang megah karena arsitekturnya yang sederhana. Arsitektur masjid
tanpa pilar dan kubah, serta di alasi oleh keramik yang menghangatkan
jemari dan dahi yang bersujud dan bersimpuh meraih nikmat
Robb. Aku menjadi teringat pemandangan 12 tahun lalu, ketika aku dipercaya sebagai
amirul mukminin siyasih
di kampus ini. Tidak ada yang berbeda dengan nuansa kampus ini, tidak
ada yang berubah dari masjid kampus ini, masih sama, masih sejuk dan
menimbulkan sebuah kenangan indah atas perjuangan dakwah aku dan
kawan-kawanku ketika masih mahasiswa.
Siang itu, azan Dzuhur tiba, “Hayya ‘alaa Sholaa” begitulah pekikan
muazin ketika
aku melepas tali sepatu ku. Terdiam sejenak mencoba melihat sekeliling
tempat penitipan, segerombolan orang hilir mudik tergesa-gesa menuju
kedalam masjid, mereka berjalan menunduk dan dengan langkah sigap,
seakan-akan ketinggalan kereta terakhir di stasiun. Mereka bahkan rela
membuang makanan yang mereka sedang bawa demi meraih keutamaan Rukun
Islam ini. toko pun menutup gerai mereka dan memasang tulisan besar
berwarna merah “TUTUP 10 MENIT, SEDANG SHALAT” di depan pintu toko-toko
yang menjadi bagian terintegrasi dari masjid kampus ini. Melihat kearah
timur, sebuah gedung kayu yang tak berubah masih berdiri tegak disana,
bisa aku lihat, mahasiswi berjilbab lebar dengan warna-warni komposisi
baju dan rok yang sangat indah. Memberikan kesan anggun tersendiri bagi
mereka. Aku memperhatikan mereka bergegas mengunci pintu gedung kayu dan
segera memasuki ruang wudhu perempuan.
Aku mencoba berpikir apa
yang terjadi, 12 tahun sejak aku berpisah dengan kampus ini dan meraih
pendidikan diluar ternyata telah membuat sebuah nuansa berbeda, tapi aku
mencoba berpikir kembali “mungkin ini dampak amadhan yang baru usai
pekan lalu”. Kutitipkan sepatu
puma berwarna coklat milikiku,
ke penitipan sepatu, tak lagi kukenal siapa yang menjaga tempat sepatu
itu, diberikanlah kepada ku sebuah kartu yang mirip dengan
credit card berwarna hijau toska sebagai tanda bukti penitipan sepatuku.
Berjalan
kembali diriku untuk mengambil air wudhu, “laa ilaaha illalallahu..”
azan pun usai, lantai keramik putih itu sudah diganti sepertinya, dengan
lantai yang lebih kokoh dan berwarna
sawo matang, Basuhan wudhu terakhir ku ke jari kaki kelingking bersamaan dengan bunyi
microphone yang sedang di nyalakan, aku pun bergegas menaiki tangga masjid untuk mengikuti ritual Shalat Dzuhur ini.
Terperanjat diriku melihat pemandangan yang hampir tidak bisa aku bayangkan 12 tahun silam,
jamaah Dzuhur
sangat berlimpah, hingga ke koridor masjid, balkon lainnya dipenuhi
muslimah-muslimah yang juga dengan rapat menjaga keutamaan shaff
berjamaah. Aku berpikir, kawan, mungkin itu mengapa banyak mahasiswa
yang terburu-buru menuju masjid, saat ini, hukuman bagi mahasiswa yang
telat hadir shalat berjamaah adalah tidak mendapatkan shaff pertama.
Subhanallah, kuulangi
kawan, hukuman yang mereka khawatirkan jika telat bergabung dalam
shalat berjamaah adalah tidak mendapat tempat shalat di shaff pertama.
Aku pun terpaksa shalat di koridor selatan masjid, siku-ku sangat dekat dengan tembok pembatas, karena
jamaah mencoba
mengisi setiap millimeter ruang yang ada dengan baik. Sebuah kebiasaan
yang ditempat di masjid kampus ku, teringat saat masih kuliah dulu, imam
masjid tidak mau memulai jika shaff tidak kunjung rapat.
“
Rapatkan
shaff shalat, ujung kelingking menempel kelingking sebelahnya dan
pundak menempel pundak. Pastikan shaff rata dan lurus. Sebaik-baik nya
shaff untuk pria adalah shaff pertama, sebaik-baiknya shaff untuk
perempuan adalah shaff yang paling belakang. Penuhi dahulu shaff
terdepan, pastikan tidak ada celah yang ada, shaff selanjutnya dimulai
dari tengah. Rapatkan dan luruskan”
Kata-kata rutin yang senantiasa di ulang, dan tanpa sadar aku pun melakukan hal yang sama jika menjadi imam shalat.
Shalat
pun dimulai, hening, tenang, tidak ada suara pedagang, tidak ada
klakson mobil atau motor, yang ada hanya kicauan burung dan hembusan
angin yang membuat sengatan matahari tak terasa pedihnya. Sesekali aku
mendengar hentakan kaki pria dewasa yang tergesa-gesa bergabung dalam
jamaah :
sial aku telat, mungkin itu kata-kata yang ia ucapkan dalam hati, meratapi dirinya yang gagal mendapat shaff pertama.
“Assalamualaikum warahmatullah”
imam mengakhiri shalat dengan salam yang menggetarkan hati, terasa
dalam suaranya ia enggan berhenti dari suatu momen untuk berkomunikasi
dengan
Robb. Zikir dan do’a aku lantunkan dalam hati setelah
salam ku, seperti biasa aku menutup mataku dalam do’a setelah shalat.
Tidak melihat situasi sekitar. Sekitar 5 menit lamanya aku mencoba
mencurahkan isi hati ku pada Allah, mengucapkan syukur karena diizinkan
kembali ke kampus ini, tempat aku belajar dan mengenal dakwah Islam.
“
Alhamdulillah”, kalimat
tahmid ini menutup do’aku seraya membuka kelopak mata dan bergegas
mengambil kacamata. Kulihat kanan dan kiri, dan lagi-lagi aku terkejut
dengan pemandangan yang aku lihat lagi saat ini, koridor masih penuh
jamaah, hanya sebagian yang telah meninggalkan masjid, dan kulihat di
shaff belakang ada rombongan
jamaah kedua yang menjalankan
shalat, aku yakin mereka bukan telat datang, akan tetapi kapasitas
masjid yang terbatas memaksa mereka harus shalat di
kloter kedua ( istilah yang kami buat saat masih mahasiswa ).
Aku
melihat kedepan, seorang lelaki berkaus kerah warna putih, dan dipadu
dengan jeans biru serta mengenakan gelang karet sedang membaca Qur’an
dengan baik. Di belakangku, tampak mahasiwa
high class, yang bisa aku di identifikasikan dari kemeja hitam
versacce dan celana coklat tua bermerek
arbercrombie, ia
sedang sibuk membaca Qur’an melalui layar PDA nya, tipe HP iPaQ seri
terbaru, aku mentaksir harganya mencapai 10 jutaan saat ini.
Diseberang sana, di dalam ruang utama, ada 2 orang bercelana bahan hitam dan di padu dengan kemeja, serta berjenggot tipis,
kader dakwah ini pastinya , aku tersenyum dalam hati. Mereka sedang mengecek hafalan Qur’an satu sama lain.
Indahnya
kawan, sangat indah, tiba-tiba aku masuk dalam ruang fantasiku, aku
membayangkan, bukan, aku menjadi teringat diriku sendirian di ruang
utama masjid kampusku, tak banyak orang saat itu, aku mati-matian
menghafal
An-naba sendirian, karena malamnya aku harus menyetornya ke
Murrobi ku,
kejadian itu tingkat satu kalau tidak salah, atau ketika tingkat 2, aku
bersandar di dinding masjid yang tanpa pilar ini, sendirian ( lagi-lagi
) mencoba menghafal
Al muzzamil , teringat hari itu hujan lebat, menghafal
Al muzzamil dalam keadaan hujan menjadi romantika tersendiri bagi diriku.
Allahu akbar yaa Al Aziz, lantutan
ayat-ayat mu saling sahut menyahut, saling di lantunkan di masjid ini,
di masjid kampus yang akan mencetak banyak sekali pejuang-pejuang
peradaban masa depan.
Aku beranjak setelah membaca
mushaf
ku sekitar 4 halaman, kebiasaan yang sejak kuliah aku coba bangun.
Pukul 12.30 saat itu, aku beranjak mengambil sepatu ku, dan berjalan
menuju gerbang kampus, dan melihat
time planning ku di PDA ku, ;
12.45 ; Bertemu Ketua Jurusan S1 Teknik Elektro
16.00 ; Afternoon Coffee Meet with Presiden Mahasiswa ( campus centre )
19.30 ; Bertemu Aktifis Dakwah Kampus / sarasehan and dinner ( masjid kampus )
Tiga agenda ini akan mengisi hariku di kampus penuh kenangan dan romantika hidup yang tak tergantikan.
Langkah
ku menuju gerbang utama kampus disambut dengan baliho besar
kegiatan-kegiatan mahasiswa. Tiga baliho di sebelah kanan dan empat
baliho di sebelah kiri gerbang utama. Tertera di sana beberapa kegiatan;
symposium energy nasional, student entrepreneur expo, kolaborasi seni
nusantara, bakti desa : sebuah kontribusi kecil untuk bangsa,
penyambutan mahasiswa baru oleh lembaga dakwah kampus, Training ESQ ,
dan sebuah pengumuman resmi dari rektorat. Kupandangi satu per satu
baliho megah ini. lagi-lagi terlintas memori mendirikan baliho ditengah
hujan dengan bambu yang seadanya dan alat seperlunya.
Sambil berjalan aku mendengar percakapan mahasiswa mahasiswi yang berpapasan denganku :
“Alhamdulillah, UTS ku dapat 95” ucap seorang mahasiswa tingkat 1
“Besok Quiz, aku harus shalat tahajud malam ini” bisik seorang mahasiswi ke sahabatnya
“Waa.. Barokallah, senangnya ya sidang lulus” di iringi senyum menawan yang ikhlas dari seorang mahasiswi
“Nanti malam LIQO jam berapa, Murrobi kita bahas apa lagi ya??” Tanya seorang mahasiswa kepada temannya
“Eh katanya besok sabtu ada MABIT yah di masjid kampus” seorang mahasiswa sedang menelpon temannya
“Assalamualaikum Ukhti, gimana tilawahnya hari ini?” dua orang mahasiswi berjilbab saling bersalaman dan saling menyapa ramah
“Bro, udah hafal juz 30 belum ? pekan depan harus setoran dgn kakak nih” seorang mahasiswa memotivasi sahabatnya
Lagi-lagi termenung dalam langkah, gila ini kampus, macem pesantren aja pembicaraannya.
Tidak ada gossip, tidak ada cacian ke dosen, tidak ada pembicaraan
tidak berbobot, tidak ada kata-kata kotor dan tidak ada raut muka jarang
shalat rupanya.
Aku tersenyum dalam perjalanan ku, mengucap rasa syukur yang mendalam kepada Alloh;
Ya Robb, sungguh indah janjiMu, terima kasih atas pertolongan yang Engkau berikan kepada kampusku ini.
Aku
terus melangkah ke dalam kampus, langkah pelan namun pasti sambil
mengamati perubahan demi perubahan yang terjadi selama 12 tahun ini.
tiba-tiba pundakku di tabrak seorang mahasiswa yang sedang mendengarkan
musik melalui iPod dan tak sengaja terlepas
earphone nya, , lalu terdengarlah lantutan Qur’an dari iPod mahasiswa itu.
”Punten
Mas, maaf, saya sedang menghafal musik yang saya dengar” begitu kata
mahasiswa tersebut dengan rendah hati. Dalam hati aku menjawab,
musik atau ayat Qur’an mas !. Kawan,
jika kamu melihat mahasiswa yang menabrakku ku tadi, pasti kamu tak
akan menyangka pria ini sedang menghafal Qur’an, tidak tampak dari nya
sosok aktifis dakwah yang selama ini kita kenal dan gemar menghafal
Qur’an. Dan aku berkata kembali dalam hati,
Subhanallah, kalau mahasiswa biasanya aja menghafal Qur’an bagaimana para kader dakwahnya, pada hafidz mungkin yah?.
Gerombolan
muslimah berjilbab dan yang berjilbab aku lihat di sebelah kiri
pandanganku, mereka berjalan bersama dan saling bercerita bahagia satu
sama lain, sepertinya para muslimah berjilbab sudah bisa merangkul para
muslimah yang belum berjilbab. Dalam gerombolah itu tampak, perempuan
potongan
hongkong, seorang lagi dengan rok serta atasan kemeja dengan rambut yang tampak sehabis di
re-bonding, seorang lagi perempuan tomboy, aku bisa mengenalinya karena rambutnya yang seperti
cowo, dan seorang lagi perempuan berpakaian
seadanya, tapi ia tampak paling antusias mendengar kawannya yang berjilbab lebar bercerita.
Di
sekitar lapangan tengah kampus dan lobbi-ny yang megah, aku melihat
sekitar delapan kelompok mentoring sedang duduk melingkar di bawah angin
sepoi-sepoi dan daun yang berguguran. Ada kelompok yang tampaknya
memiliki mentor yang sangat semangat, aku tertawa melihatnya, anggota
kelompok mentoringnya tampak serius memperhatikan sang mentor bercerita.
Di sisi lain ada kelompok yang tenang, dan ditengah nya tersedia
brownies kukus bandung sebagai pengikat mentoring mereka, disisi lain,
ada kelompok yang sedang mengadakan simulasi, cukup heboh kelompok yang
satu ini,
anak Infor kutaksir sepertinya.
Di lain sudut ada kelompok muslimah yang menjalankan mentoring, tampak
teteh yang lembut sedang memberikan nasehat kepada anggota mentoringnya. Tidak ada satupun darinya yang mengenakan jilbab, hanya
teteh nya saja.
Aiih,
sungguh indah pemandangan ini, apalagi jika kawan perhatikan apa yang
saya lihat, beberapa mahasiswa duduk-duduk di bangku taman sambil
membaca Al Qur’an, sebagian membaca buku dengan serius, ada pula yang
tiduran di bangku taman sambil
murojaah hafalannya. Serta ada sebagian lain yang berdiskusi serius satu sama lain.
Hingga tibalah aku ke gedung perkuliahan ku yang dulu, rupanya masih sama, bangunan duabelas lantai berbentuk
persegiempat panjang. Sebelum
menaiki lift menuju ruang Ketua Jurusan, aku mengintip ruang kuliah
yang berada tepat di depan lift, ruang kuliah berkapasitas 100 orang itu
tampak sama dari segi fisik, tapi aku merasakan ada hal yang beda saat
itu, aku mencoba berpikir, kawan, apa yang beda ?
Ternyata memang
beda, mahasiswa dan mahasiswi tidak lagi duduk bercampur, mereka
terpisah oleh jarak sekitar satu bangku, mahasiswa di sebelah kanan dan
mahasiswi di sebelah kiri. Mereka semua sibuk mencatat dengan
menggunakan
laptop yang mereka miliki, memperhatikan dosen yang
dengan semangat menjelaskan bagaimana politik dapat mempengaruhi
perencanaan suatu wilayah.
Tampak oleh ku, papan tulis itu dihiasi dengan
lafadz basmallah di bagian atas tengah. Sesekali sang dosen mengaitkan apa yang ia sampaikan dengan ayat yang adi Al Qur’an. “
Perencanaan
ini adalah sebuah keharusan bagi sebuah negara, walau ada ilmuwan yang
berpandangan, doing nothing is planning, tapi Allah pernah berfirman
dalam Ar Rad’u ayat 11 bahwa Ia tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum
kecuali kaum itu berusaha untuk mengubahnya,. Jadi jika perencanaan itu
tidak dilakukan, maka sama saja kita nanti perubahan” begitulah
ungkap dosen tersebut dengan intonasi yang membuat setiap orang
memperhatikannya, dan membuat jentik jemari kita siap siaga untuk
mencatat setiap kata yang terlontar dari mulutnya.
Aku melihat ke
ujung lorong gedung ini, kuingat bahwa di situ ada Sekretariatan
Himpunan Mahasiswa Jurusan, teringat masa-masa dimana aku mengabdi
ketika dulu menjadi Ketua.
Kucoba menghampiri dengan rasa ingin tahu, perubahan apa yang telah terjadi.
Mading
ucapan ulang tahun masih sama seperti dulu, aku membaca salah satu
pesan yang ada di madding ucapan ulang tahun itu, aku terbelalak melihat
kata-kata ucapan yang ada.
“Selamat milad, semga semakin dekat dengan Alloh”
“Met ulang tahun yah ! semoga semakin dewasa dan bertambah ketaqwaannya”
“Happy b’day my bro, people love you my man, and hope Alloh also love you too”
“Met Ultah kk, sukses dunia dan akhirat”
Hmhm…
tersenyum sendiri diriku membacanya, lalu, di samping madding selamat
ulang tahun ada madding lagi, disana di tuliskan kata-kata bijak yang
membuat orang yang membacanya tergugah dan termotivasi. Kata-kata dari
hadits Rasul, potongan ayat atau sajak arab kuno, dan ada pula
quotes dari
orang hebat, Donald trump,bung hatta, dan barrack obama tertulis
disana. Aku meyakinkan diri bahwa pesan kata bijak ini memberi nilai
tersendiri bagi mading ini.
Memasuki ruang himpunan, aku mendengar
seseorang sedang melantunkan Al Qur’an, kulihat sekeliling, ada yang
sedang mengerjakan tugas, ada yang sedang rapat kaderisasi. Aku
mendengar bahwa mereka sedang menyusun kurikulum mentoring agama untuk
di masukan dalam sistem kaderisasi mahasiswa baru. Bahkan, taukah kamu
kawan, ada seorang peserta rapat menyeletuk,
“Gimana kalau kita buat standar ibadah harian untuk para peserta kaderisasi yang muslim”.
Teringat dulu, aku memperjuangkan adanya satu divisi baru dihimpunan ini. Divisi Keagamaan
Tak
berlama-lama aku mengabiskan waktu di himpunan, sudah pukul 12.45, aku
harus bergegas ke ruang Ketua Jurusanku. Setiba aku ke ruang Ketua
Jurusan, aku disambut bak anak yang kembali dari perantauan. Kita
berbicara sejenak mengenai disertasi S-3 ku yang mendapat hasil sangat
memuaskan.”Sudah bapak bilang, mahasiswa Indonesia itu cerdas-cerdas,
sungguh kamu buat bapak bangga, rekan saya di sana memuji habis teori
kamu tentang Perencanaan Pembangunan SUTET/SUTT diwilayah Pesisir,
sungguh orisinal”. Pembicaraan berlanjut tentang kondisi keislaman
kampus, beliau lagi-lagi berkata “Saya juga sangat senang dengan kondisi
Islam di kampus sekarang ini, para aktifis dakwah nya adalah yang
terbaik secara akademik di kelas, hampir seluruh asisten praktikum di
isi oleh orang-orang masjid itu, dan mereka juga cerdas. Tingkat
mencontek di kelas turun drastis, mahasiswa menunjukkan hormatnya pada
dosen, dan proses
triple loop learning berjalan dengan baik”
Pembicaraan
kami semakin menarik dan tak terasa sudah pukul 15.00, saya pun
berpamitan dengan beliau, dan beliau pun juga harus mengajar pukul
15.30. “sekarang jadwal kuliah tidak boleh berbentrokan dengan jadwal
shalat, ini kebijakan rektor baru” dalam hati aku berkata kembali,
seperti nya Pak Rektor sudah berafiliasi kepada Islam.
Aku kembali ke masjid kampus, dan melihat mahasiswa berjalan cepat menuju masjid, sangat banyak jumlahnya, seperti
jamaah haji yang hendak melempar
jumrah. Aku pun shalat
ashar, dan setelah itu aku menuju campus centre.
Aku
sengaja tiba lebih awak 15 menit dari waktu yang dijanjikan karena
ingin bernostalgia dengan campus centre, maklum sewaktu tingkat empat,
aku bersama teman teman di badan eksekutif mahasiswa memperjuangan
campus centre agar menjadi student centre secara fungsional, dan
sepertinya cita-cita itu bisa aku lihat terwujud saat ini.
Duduk
aku sendiri di anak tangga campus centre, lagi-lagi aku memperhatikan
tingkah laku mahasiswa yang ada disana. Ada kumpulan mahasiswa sedang
rapat dalam bentuk melingkar, akan tetapi ada batas antara pria dan
wanita. Aku melihat sepasang mahasiswa dan mahasiswi yang berpapasan,
mereka saling menyapa tapi tidak bersentuhan satu sama lain. Sepertinya
budaya salaman berlawanan jenis sudah tidak popular lagi.
Di
seberang sana, juga ada kelompok mahasiswa yang sedang mentoring,
sepertinya sang mentor sedang mengajarkan cara membaca Al Qur’an yang
baik kepada para peserta mentoring. Lapangan basket pun tampak ramai,
ada yang berubah kawan, bukan lapangannya, tapi para pemain basket
mengenakan celana di bawah lutut, bukan celana panjang memang, tapi aku
yakin aurat mereka telah tertutup.
Tak lama kemudian, sang
Presiden Mahasiswa datang, “Kak Jay” ia menyapa. “Ya, saya Presiden
Mahasiswa kak,” ia melanjutkan kalimatnya diiringi salam yang hangat
dari beliau. Saya memperhatikan anak ini, pakaiannya
casual, paduan celana jeans dan kemeja putih lengan panjang, aku menilik ke dalam saku kemejanya, ada
mushaf kecil di dalamnya.
Subhanallah, Presiden
Mahasiswa kampusku seorang yang dekat dengan Qur’an. Kami pun berbicara
tentang berbagai hal, dimulai dari kenalan singkat, pembicaraan
mengenai kisah mahasiswa dan perjuangannya masa lalu, dilanjutkan dengan
kondisi saat ini, dan pada bagian ini ia bercerita dengan semangat.
“Kampus ini sekarang bisa dikatakan
tiada hari tanpa ta’lim, ya karena hampir setiap hari ada Lembaga Dakwah Himpunan Jurusan yang mengadakan
ta’lim. Mahasiswa
pun sudah menyadari perannya dan kapasitasnya dalam kontribusi kepada
masyarakat. Saat ini Indonesia bisa merasakan manfaat kemahasiswaan
dengan nyata” ia bercerita dengan bangga dan menggebu-gebu. Aku pun
terbawa oleh arus kisahnya itu, sangat membanggakan memang.
“Mahasiswa
pun sudah tersadari bahwa Agama adalah suatu yang integral dengan
kehidupan sehari-hari. Para Ketua Himpunan dan unit saat ini pun juga
mempunyai
ta’lim khusus untuk mereka, isinya di sesuaikan
dengan kebutuhan mereka sebagai pemimpin”. Sepertinya lembaga dakwah
kampus sudah berhasil menanamkan nilai Islam dengan baik. Pembicaraan
kami akhirnya masuk ke inti pembahasan, yakni ia meminta saya untuk
mengisi di sebuah acara diklat aktifis kampus yang akan di selenggarakan
satu bulan lagi.
Magrib pun tiba, masjid kampus menjadi tempatku berteduh kembali, setelah ibadah Maghrib, aku berencana menghabiskan target
tilawah ku yang ku targetkan 2
juz satu hari,
tinggal 6 halaman lagi, bisalah 10 menit selesai. Ternyata
aku tak sendirian membaca Al Qur’an saat itu. Mahasiswa sepertinya
mengalokasikan waktu diantara Maghrib dan Isya untuk memaksimalkan
interaksi dengan Qur’an, kebanyakan dari mereka
tilawah dan
murojaah.
Tidak banyak yang meninggalkan masjid untuk makan malam atau pulang ke
kost. Mereka benar-benar telah memilih untuk mengisi waktu diantara
shalat ini untuk mengisi kembali semangat mereka dalam beraktifitas
dengan cara yang sangat mulia, berinteraksi dengan Qur’an.
Isya
berkumandang, aku pun shalat berjamaah kembali, sungguh nikmat hari ku
ini. Setelah sekian lama berkelana demi gelar S-3, aku akhirnya bisa
merasakan Shalat berjamaah empat kali di kampus ku, dengan bacaan imam
yang panjang nan merdu, membuat para
jamaah hanyut dalam do’a
dan komunikasi kepada Alloh. Seperti sendiri di padang pasir, tak ada
yang melihat, hanya aku dan Robb ku, sangat terasa menggetarkan hati
setiap untaian ayat yang diucapkan imam.
Fabi ayyiaa laa irabbikumaa tukadzibaan, lantutan Ar-Rahman ini membuat separuh
jamaah menangis,
aku rasa mereka mahfum terhadap makna dari ayat ini. Shalat Isya pun
usai, dan aku mempersiapkan diri untuk janjiku yang terakhir hari ini.
Tak
lama setelah shalat rawatib , pundakku ditepuk dari belakang, “Akh Jay,
bagaimana kabarnya, pertemuan kita di sekret saja kak, teman-teman
sudah menunggu disana” kami pun berangkulan seakan kawan lama yang
bertemu kembali, lalu bersama menuju sekret. Sekret yang membesarkan
namaku 15 tahun silam.
Aku memasuki gedung itu, sekret nya masih
di lantai dua, Cuma saat ini tampak lebih besar rapih. Aku masuk dan
bersalaman dengan sekitar delapan pengurus lembaga dakwah kampus
lainnya. Aku mencoba melihat sekeliling, ada beberapa piagam mengisi
pelatihan, dan aku memperhatikan dengan seksama buku dalam rak buku yang
tersusun rapih, aku melihat buku-buku tulisanku dulu tentang dakwah
kampus masih di simpan dengan baik di rak itu.
Romantika masa lalu,
aku pun teringat pada kawan-kawan seperjuangan ku di kampus, 3 tahun di
lembaga dakwah kampus dan 1 tahun di badan eksekutif mahasiswa jurusan
membuat aku memiliki cukup modal untuk berjuang melewati dunia nyata.
Pertemuan
malam itu dengan kawan-kawan dari lembaga dakwah kampus adalah sebuah
kenangan tersendiri bagi hidupku kawan, aku seakan 10 tahun lebih muda,
aku seakan memasuki suatu dunia khayal baru, ketika mereka menceritakan
kesuksesan mereka. Rencana besar mereka yang akan menjadi tuan rumah
International Islamic Student Conference tahun depan, lalu mereka
memperlihatkan suatu sistem memuat
controlling 600 kelompok
mentoring di kampus , mereka juga denga bahagia memperlihatkan
dokumentasi acara mereka yang selalu di hadiri banyak mahasiswa.
Malam
itu sangat indah kawan, dan kalimat terakhir dari mereka sebagai
ungkapan perpisahan malam itu dan ucapan selamat datang kembali bagiku.
Ya kawan!! Kita akan selalu berjuang bersama
Kita akan buat legenda kita bersama
Ini adalah mimpi ku kawan, bukan khayalan belaka tetapi sebuah cita-cita mulia.
Kawan, apakah kamu bisa merasakan keindahan yang kurasakan?? Rasakanlah kawanku, rasakan keindahan ini…
Ku yakin, pernah terbesit dalam fikiranmu tentang mimpi ini..
(bantu aku untuk mewujudkannya ya..)
Notes : 12 Agustus 2011 M / 12 Ramadhan 1432 H
(Disela-sela Kerja Praktek, Gandul – Depok)