Senin, 21 Mei 2012

DAI JUGA MANUSIA


Saudaraku, Para Da’i.. ^^

Kerelaan kita mengemban amanat dakwah untuk Alloh dan penerimaan kita akan tugas dakwah setelah para nabi menambah beban berat tugas kita sebagai pengikut Rasulullah dan memperbesar amanat di pundak kita. Hal ini membuat kita harus lebih siap menerimanya sebagai amanat. Kita harus lebih giat menjalankan tugas dan tanggungjawab dakwah. Kita harus memiliki tekad yang kuat untuk bangkit dalam menjalankan tugas dan harus lebih tenang dalam melakukannya.


 
Saudaraku terkasih..
Dakwah kita dalah risalah. Inti risalah ini adalah akhlak yang baik, sikap yang baik, dan perbuatan yang baik. Sarananya adalah dua perkara : 1) Keteladanan untuk orang lain dengan melakukan semua perilaku islami dan mengubahnya dari teori menjadi praktek nyata. 2) Pendidikan : sarana pendidikan adalah jiwa dan hati. Jiwa harus dibersihkan dari berbagai kotoran, cela, penyakit yang menimpanya, dan perilaku yang keliru. Hati harus diperbaiki dari dalam hingga yang tersembunyi menjadi tampak; yang lahir seperti bati. Hati harus menjadi pendorong jiwa untuk berbuat kebaikan dan yang menjauhkan jiwa dari kejahatan. Hati harus menjadi pendorong bagi jiwa untuk kembali kepada fitrahnya ketika ia mulai menyimpang. Hati harus menjadi pendorong bagi jiwa untuk berakhlak mulia. 


Semoga Alloh menolong kita dalam menjalankan tugas-tugas dakwah. Semoga kita menjadi teladan yang terbaik bagi orang-orang setelah kita. Mari kita tawakal pada Alloh dan berdoa agar Alloh tidak menjadikan kita sebagai fitnah bagi orang-orang yang dzolim.”Musa berkata, ‘Wahai kaumku, jika kalian beriman pada Allah, maka tawakallah pada Nya jika kalian benar-benar muslimin.’ Mereka berkata, ‘Kami tawakal pada Allah. Wahai Tuhan kami jangan jadikan kami sebagai fitnah bagi kaum yang zhalim. "
Wa Akhiru da’wana anil hamdulillahi rabbil ‘alamin..”

Minggu, 20 Mei 2012

AKU DALAM JALAN DAKWAH



Setiap orang punya alasan, untuk tetap bertahan. Dan begitu juga aku, meskipun terkadang ada kalanya semua itu tak mampu aku temui. Saat mencari 1001 alasan untuk tetap tegar tidak semudah yang terfikirkan. Sedangkan 1000 alasan untuk mundur sudah hampir pasti dapat kutemukan. Tapi aku bisa apa, tak mungkin kutukar investasi akhirat ini hanya untuk sekedar berkutat dengan hedonisme duniawi. Tak mungkin kutukar “ukhuwah” yang ada dengan keegoisanku mencari kebahagiaan diri.

Aku memang sering mengeluh. Onak dan duri dalam dakwah ini masih sering membuatku harus merangkak-rangkak untuk melewatinya. Bahkan kapasitasku sebagai seorang kader masih sangat minim. Totalitasku masih pantas untuk dipertanyakan. Sedangkan aku sudah berani menuntut ini itu. Aku masih begitu jauh dari kata militan. Bahkan kadang aku merasa tak pantas disebut sebagai kader di jalan ini.

Tapi apalagi yang dapat kuberikan selain ini. Apa yang mampu aku perjuangkan untuk membela agama Allah ini ?? Jangankan berjihad berperang  melawan musuh agama-Nya, melawan hawa nafsu saja aku harus terseok-seok. Tak ada jalan lain, AKU HARUS BERTAHAN DI JALAN INI. Setidaknya aku harus mampu memenuhi ikrarku.

Tuhan yang maha pembolak-balik hati, maafkan jiwa yang lemah ini. Imanku yang terkadang lebih sering tersungkur. Kuatkan aku untuk terus bertahan dan memperjuangkan agama ini. Hingga sampai tiba waktu istirahatku, ketika sudah menginjakkan kaki ke surga-Mu. Aamin

Sabtu, 19 Mei 2012

Ini Mimpiku Kawan - Aku Butuh Bantuanmu, Untuk Mewujudkannya ^^

Cc : Anton, Arif, Bob, Den, Destia, Eki, Hadi, Ifan dan Maulana

INI MIMPIKU KAWAN

Cengkareng – STT PLN Jakarta, 12 Sept 2023 M/1444 H




Kawan!!
Pernahkah membayangkan tentang bagaimana Kemenangan Dakwah Kampus. Pernahkah sepersekian detik kamu berkhayal tentang indahnya kampus ketika nilai Islam meresapi setiap relung mahasiswa di kampus.
Tahukah kamu kawan, aku pernah membayangkannya, aku pernah masuk dalam indahnya bermimpi tentang kemenangan itu, rasanya sangat indah, dan aku ingin juga membagi rasa ini kepada kawan semua.
Monolog berikut kupersembahkan khusus untuk pejuang dakwah yang tak kenal lelah. Yakinlah bahwa tetes keringat yang berjatuhan adalah saksi bisu atas perjuangan besar Karena rindu pada Robb..
***

Aku sedang berjalan di jalan setapak taman masjid kampusku, sebuah masjid kampus yang megah karena arsitekturnya yang sederhana. Arsitektur masjid tanpa pilar dan kubah, serta di alasi oleh keramik yang menghangatkan jemari dan dahi yang bersujud dan bersimpuh meraih nikmat Robb. Aku menjadi teringat pemandangan 12 tahun lalu, ketika aku dipercaya sebagai amirul mukminin siyasih di kampus ini. Tidak ada yang berbeda dengan nuansa kampus ini, tidak ada yang berubah dari masjid kampus ini, masih sama, masih sejuk dan menimbulkan sebuah kenangan indah atas perjuangan dakwah aku dan kawan-kawanku ketika masih mahasiswa.
Siang itu, azan Dzuhur tiba, “Hayya ‘alaa Sholaa” begitulah pekikan muazin ketika aku melepas tali sepatu ku. Terdiam sejenak mencoba melihat sekeliling tempat penitipan, segerombolan orang hilir mudik tergesa-gesa menuju kedalam masjid, mereka berjalan menunduk dan dengan langkah sigap, seakan-akan ketinggalan kereta terakhir di stasiun. Mereka bahkan rela membuang makanan yang mereka sedang bawa demi meraih keutamaan Rukun Islam ini. toko pun menutup gerai mereka dan memasang tulisan besar berwarna merah “TUTUP 10 MENIT, SEDANG SHALAT” di depan pintu toko-toko yang menjadi bagian terintegrasi dari masjid kampus ini. Melihat kearah timur, sebuah gedung kayu yang tak berubah masih berdiri tegak disana, bisa aku lihat, mahasiswi berjilbab lebar dengan warna-warni komposisi baju dan rok yang sangat indah. Memberikan kesan anggun tersendiri bagi mereka. Aku memperhatikan mereka bergegas mengunci pintu gedung kayu dan segera memasuki ruang wudhu perempuan.
Aku mencoba berpikir apa yang terjadi, 12 tahun sejak aku berpisah dengan kampus ini dan meraih pendidikan diluar ternyata telah membuat sebuah nuansa berbeda, tapi aku mencoba berpikir kembali “mungkin ini dampak amadhan yang baru usai pekan lalu”. Kutitipkan sepatu puma berwarna coklat milikiku, ke penitipan sepatu, tak lagi kukenal siapa yang menjaga tempat sepatu itu, diberikanlah kepada ku sebuah kartu yang mirip dengan credit card berwarna hijau toska sebagai tanda bukti penitipan sepatuku.
Berjalan kembali diriku untuk mengambil air wudhu, “laa ilaaha illalallahu..” azan pun usai, lantai keramik putih itu sudah diganti sepertinya, dengan lantai yang lebih kokoh dan berwarna sawo matang, Basuhan wudhu terakhir ku ke jari kaki kelingking bersamaan dengan bunyi microphone yang sedang di nyalakan, aku pun bergegas menaiki tangga masjid untuk mengikuti ritual Shalat Dzuhur ini.
Terperanjat diriku melihat pemandangan yang hampir tidak bisa aku bayangkan 12 tahun silam, jamaah Dzuhur sangat berlimpah, hingga ke koridor masjid, balkon lainnya dipenuhi muslimah-muslimah yang juga dengan rapat menjaga keutamaan shaff berjamaah. Aku berpikir, kawan, mungkin itu mengapa banyak mahasiswa yang terburu-buru menuju masjid, saat ini, hukuman bagi mahasiswa yang telat hadir shalat berjamaah adalah tidak mendapatkan shaff pertama. Subhanallah, kuulangi kawan, hukuman yang mereka khawatirkan jika telat bergabung dalam shalat berjamaah adalah tidak mendapat tempat shalat di shaff pertama.
Aku pun terpaksa shalat di koridor selatan masjid, siku-ku sangat dekat dengan tembok pembatas, karena jamaah mencoba mengisi setiap millimeter ruang yang ada dengan baik. Sebuah kebiasaan yang ditempat di masjid kampus ku, teringat saat masih kuliah dulu, imam masjid tidak mau memulai jika shaff tidak kunjung rapat.
Rapatkan shaff shalat, ujung kelingking menempel kelingking sebelahnya dan pundak menempel pundak. Pastikan shaff rata dan lurus. Sebaik-baik nya shaff untuk pria adalah shaff pertama, sebaik-baiknya shaff untuk perempuan adalah shaff yang paling belakang. Penuhi dahulu shaff terdepan, pastikan tidak ada celah yang ada, shaff selanjutnya dimulai dari tengah. Rapatkan dan luruskan”
Kata-kata rutin yang senantiasa di ulang, dan tanpa sadar aku pun melakukan hal yang sama jika menjadi imam shalat.
Shalat pun dimulai, hening, tenang, tidak ada suara pedagang, tidak ada klakson mobil atau motor, yang ada hanya kicauan burung dan hembusan angin yang membuat sengatan matahari tak terasa pedihnya. Sesekali aku mendengar hentakan kaki pria dewasa yang tergesa-gesa bergabung dalam jamaah : sial aku telat, mungkin itu kata-kata yang ia ucapkan dalam hati, meratapi dirinya yang gagal mendapat shaff pertama.
“Assalamualaikum warahmatullah” imam mengakhiri shalat dengan salam yang menggetarkan hati, terasa dalam suaranya ia enggan berhenti dari suatu momen untuk berkomunikasi dengan Robb. Zikir dan do’a aku lantunkan dalam hati setelah salam ku, seperti biasa aku menutup mataku dalam do’a setelah shalat. Tidak melihat situasi sekitar. Sekitar 5 menit lamanya aku mencoba mencurahkan isi hati ku pada Allah, mengucapkan syukur karena diizinkan kembali ke kampus ini, tempat aku belajar dan mengenal dakwah Islam.
Alhamdulillah”,  kalimat tahmid ini menutup do’aku seraya membuka kelopak mata dan bergegas mengambil kacamata. Kulihat kanan dan kiri, dan lagi-lagi aku terkejut dengan pemandangan yang aku lihat lagi saat ini, koridor masih penuh jamaah, hanya sebagian yang telah meninggalkan masjid, dan kulihat di shaff belakang ada rombongan jamaah kedua yang menjalankan shalat, aku yakin mereka bukan telat datang, akan tetapi kapasitas masjid yang terbatas memaksa mereka harus shalat di kloter kedua ( istilah yang kami buat saat masih mahasiswa ).
Aku melihat kedepan, seorang lelaki berkaus kerah warna putih, dan dipadu dengan jeans biru serta mengenakan gelang karet sedang membaca Qur’an dengan baik. Di belakangku, tampak mahasiwa high class, yang bisa aku di identifikasikan dari kemeja hitam versacce dan celana coklat tua bermerek arbercrombie, ia sedang sibuk membaca Qur’an melalui layar PDA nya, tipe HP iPaQ seri terbaru, aku mentaksir harganya mencapai 10 jutaan saat ini.
Diseberang sana, di dalam ruang utama, ada 2 orang bercelana bahan hitam dan di padu dengan kemeja, serta berjenggot tipis, kader dakwah ini pastinya , aku tersenyum dalam hati. Mereka sedang mengecek hafalan Qur’an satu sama lain.
Indahnya kawan, sangat indah, tiba-tiba aku masuk dalam ruang fantasiku, aku membayangkan, bukan, aku menjadi teringat diriku sendirian di ruang utama masjid kampusku, tak banyak orang saat itu, aku mati-matian menghafal An-naba sendirian, karena malamnya aku harus menyetornya ke Murrobi ku, kejadian itu tingkat satu kalau tidak salah, atau ketika tingkat 2, aku bersandar di dinding masjid yang tanpa pilar ini, sendirian ( lagi-lagi ) mencoba menghafal Al muzzamil , teringat hari itu hujan lebat, menghafal Al muzzamil dalam keadaan hujan menjadi romantika tersendiri bagi diriku.
Allahu akbar yaa Al Aziz, lantutan ayat-ayat mu saling sahut menyahut, saling di lantunkan di masjid ini, di masjid kampus yang akan mencetak banyak sekali pejuang-pejuang peradaban masa depan.
Aku beranjak setelah membaca mushaf ku sekitar 4 halaman, kebiasaan yang sejak kuliah aku coba bangun. Pukul 12.30 saat itu, aku beranjak mengambil sepatu ku, dan berjalan menuju gerbang kampus, dan melihat time planning ku di PDA ku, ;
12.45   ; Bertemu Ketua Jurusan S1 Teknik Elektro
16.00   ; Afternoon Coffee Meet with Presiden Mahasiswa ( campus centre )
19.30   ; Bertemu Aktifis Dakwah Kampus / sarasehan and dinner ( masjid kampus )
Tiga agenda ini akan mengisi hariku di kampus penuh kenangan dan romantika hidup yang tak tergantikan.
Langkah ku menuju gerbang utama kampus disambut dengan baliho besar kegiatan-kegiatan mahasiswa. Tiga baliho di sebelah kanan dan empat baliho di sebelah kiri gerbang utama. Tertera di sana beberapa kegiatan; symposium energy nasional, student entrepreneur expo, kolaborasi seni nusantara, bakti desa : sebuah kontribusi kecil untuk  bangsa, penyambutan mahasiswa baru oleh lembaga dakwah kampus, Training ESQ , dan sebuah pengumuman resmi dari rektorat. Kupandangi satu per satu baliho megah ini. lagi-lagi terlintas memori mendirikan baliho ditengah hujan dengan bambu yang seadanya dan alat seperlunya.
Sambil berjalan aku mendengar percakapan mahasiswa mahasiswi yang berpapasan denganku :
“Alhamdulillah, UTS ku dapat 95” ucap seorang mahasiswa tingkat 1
“Besok Quiz, aku harus shalat tahajud malam ini” bisik seorang mahasiswi ke sahabatnya
“Waa.. Barokallah, senangnya ya sidang lulus” di iringi senyum menawan yang ikhlas dari seorang mahasiswi
“Nanti malam LIQO jam berapa, Murrobi kita bahas apa lagi ya??” Tanya seorang mahasiswa kepada temannya
“Eh katanya besok sabtu ada MABIT yah di masjid kampus” seorang mahasiswa sedang menelpon temannya
“Assalamualaikum Ukhti, gimana tilawahnya hari ini?” dua orang mahasiswi berjilbab saling bersalaman dan saling menyapa ramah
“Bro, udah hafal juz 30 belum ? pekan depan harus setoran dgn kakak nih” seorang mahasiswa memotivasi sahabatnya
Lagi-lagi termenung dalam langkah, gila ini kampus, macem pesantren aja pembicaraannya. Tidak ada gossip, tidak ada cacian ke dosen, tidak ada pembicaraan tidak berbobot, tidak ada kata-kata kotor dan tidak ada raut muka jarang shalat rupanya.
Aku tersenyum dalam perjalanan ku, mengucap rasa syukur yang mendalam kepada Alloh; Ya Robb, sungguh indah janjiMu, terima kasih atas pertolongan yang Engkau berikan kepada kampusku ini.
Aku terus melangkah ke dalam kampus, langkah pelan namun pasti sambil mengamati perubahan demi perubahan yang terjadi selama 12 tahun ini. tiba-tiba pundakku di tabrak seorang mahasiswa yang sedang mendengarkan musik melalui iPod dan tak sengaja terlepas earphone nya, , lalu terdengarlah lantutan Qur’an dari iPod mahasiswa itu.
”Punten Mas, maaf, saya sedang menghafal musik yang saya dengar” begitu kata mahasiswa tersebut dengan rendah hati. Dalam hati aku menjawab, musik atau ayat Qur’an mas !. Kawan, jika kamu melihat mahasiswa yang menabrakku ku tadi, pasti kamu tak akan menyangka pria ini sedang menghafal Qur’an, tidak tampak dari nya sosok aktifis dakwah yang selama ini kita kenal dan gemar menghafal Qur’an. Dan aku berkata kembali dalam hati, Subhanallah, kalau mahasiswa biasanya aja menghafal Qur’an bagaimana para kader dakwahnya, pada hafidz mungkin yah?.
Gerombolan muslimah berjilbab dan yang berjilbab aku lihat di sebelah kiri pandanganku, mereka berjalan bersama dan saling bercerita bahagia satu sama lain, sepertinya para muslimah berjilbab sudah bisa merangkul para muslimah yang belum berjilbab. Dalam gerombolah itu tampak, perempuan potongan hongkong, seorang lagi dengan rok serta atasan kemeja dengan rambut yang tampak sehabis di re-bonding, seorang lagi perempuan tomboy, aku bisa mengenalinya karena rambutnya yang seperti cowo, dan seorang lagi perempuan berpakaian seadanya, tapi ia tampak paling antusias mendengar kawannya yang berjilbab lebar bercerita.
Di sekitar lapangan tengah kampus dan lobbi-ny yang megah, aku melihat sekitar delapan kelompok mentoring sedang duduk melingkar di bawah angin sepoi-sepoi dan daun yang berguguran. Ada kelompok yang tampaknya memiliki mentor yang sangat semangat, aku tertawa melihatnya, anggota kelompok mentoringnya tampak serius memperhatikan sang mentor bercerita. Di sisi lain ada kelompok yang tenang, dan ditengah nya tersedia brownies kukus bandung sebagai pengikat mentoring mereka, disisi lain, ada kelompok yang sedang mengadakan simulasi, cukup heboh kelompok yang satu ini, anak Infor kutaksir sepertinya.
Di lain sudut ada kelompok muslimah yang menjalankan mentoring, tampak teteh yang lembut sedang memberikan nasehat kepada anggota mentoringnya. Tidak ada satupun darinya yang mengenakan jilbab, hanya teteh nya saja.
Aiih, sungguh indah pemandangan ini, apalagi jika kawan perhatikan apa yang saya lihat, beberapa mahasiswa duduk-duduk di bangku taman sambil membaca Al Qur’an, sebagian membaca buku dengan serius, ada pula yang tiduran di bangku taman sambil murojaah hafalannya. Serta ada sebagian lain yang berdiskusi serius satu sama lain.
Hingga tibalah aku ke gedung perkuliahan ku yang dulu, rupanya masih sama, bangunan duabelas lantai berbentuk persegiempat panjang. Sebelum menaiki lift menuju ruang Ketua Jurusan, aku mengintip ruang kuliah yang berada tepat di depan lift, ruang kuliah berkapasitas 100 orang itu tampak sama dari segi fisik, tapi aku merasakan ada hal yang beda saat itu, aku mencoba berpikir, kawan, apa yang beda ?
Ternyata memang beda, mahasiswa dan mahasiswi tidak lagi duduk bercampur, mereka terpisah oleh jarak sekitar satu bangku, mahasiswa di sebelah kanan dan mahasiswi di sebelah kiri. Mereka semua sibuk mencatat dengan menggunakan laptop yang mereka miliki, memperhatikan dosen yang dengan semangat menjelaskan bagaimana politik dapat mempengaruhi perencanaan suatu wilayah.
Tampak oleh ku, papan tulis itu dihiasi dengan lafadz basmallah  di bagian atas tengah. Sesekali sang dosen mengaitkan apa yang ia sampaikan dengan ayat yang adi Al Qur’an. “Perencanaan ini adalah sebuah keharusan bagi sebuah negara, walau ada ilmuwan yang berpandangan, doing nothing is planning, tapi Allah pernah berfirman dalam Ar Rad’u ayat 11 bahwa Ia tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum kecuali kaum itu berusaha untuk mengubahnya,. Jadi jika perencanaan itu tidak dilakukan, maka sama saja kita nanti perubahan” begitulah ungkap dosen tersebut dengan intonasi yang membuat setiap orang memperhatikannya, dan membuat jentik jemari kita siap siaga untuk mencatat setiap kata yang terlontar dari mulutnya.
Aku melihat ke ujung lorong gedung ini, kuingat bahwa di situ ada Sekretariatan Himpunan Mahasiswa Jurusan, teringat masa-masa dimana aku mengabdi ketika dulu menjadi Ketua.
Kucoba menghampiri dengan rasa ingin tahu, perubahan apa yang telah terjadi.
Mading ucapan ulang tahun masih sama seperti dulu, aku membaca salah satu pesan yang ada di madding ucapan ulang tahun itu, aku terbelalak melihat kata-kata ucapan yang ada.
“Selamat milad, semga semakin dekat dengan Alloh”
“Met ulang tahun yah ! semoga semakin dewasa dan bertambah ketaqwaannya”
“Happy b’day my bro, people love you my man, and hope Alloh also love you too”
“Met Ultah kk, sukses dunia dan akhirat”
Hmhm… tersenyum sendiri diriku membacanya, lalu, di samping madding selamat ulang tahun ada madding lagi, disana di tuliskan kata-kata bijak yang membuat orang yang membacanya tergugah dan termotivasi. Kata-kata dari hadits Rasul, potongan ayat atau sajak arab kuno, dan ada pula quotes dari orang hebat, Donald trump,bung hatta, dan barrack obama tertulis disana. Aku meyakinkan diri bahwa pesan kata bijak ini memberi nilai tersendiri bagi mading ini.
Memasuki ruang himpunan, aku mendengar seseorang sedang melantunkan Al Qur’an, kulihat sekeliling, ada yang sedang mengerjakan tugas, ada yang sedang rapat kaderisasi. Aku mendengar bahwa mereka sedang menyusun kurikulum mentoring agama untuk di masukan dalam sistem kaderisasi mahasiswa baru. Bahkan, taukah kamu kawan, ada seorang peserta rapat menyeletuk,
“Gimana kalau kita buat standar ibadah harian untuk para peserta kaderisasi yang muslim”.
Teringat dulu, aku memperjuangkan adanya satu divisi baru dihimpunan ini. Divisi Keagamaan
Tak berlama-lama aku mengabiskan waktu di himpunan, sudah pukul 12.45, aku harus bergegas ke ruang Ketua Jurusanku. Setiba aku ke ruang Ketua Jurusan, aku disambut bak anak yang kembali dari perantauan. Kita berbicara sejenak mengenai disertasi S-3 ku yang mendapat hasil sangat memuaskan.”Sudah bapak bilang, mahasiswa Indonesia itu cerdas-cerdas, sungguh kamu buat bapak bangga, rekan saya di sana memuji habis teori kamu tentang Perencanaan Pembangunan SUTET/SUTT diwilayah Pesisir, sungguh orisinal”. Pembicaraan berlanjut tentang kondisi keislaman kampus, beliau lagi-lagi berkata “Saya juga sangat senang dengan kondisi Islam di kampus sekarang ini, para aktifis dakwah nya adalah yang terbaik secara akademik di kelas, hampir seluruh asisten praktikum di isi oleh orang-orang masjid itu, dan mereka juga cerdas. Tingkat mencontek di kelas turun drastis, mahasiswa menunjukkan hormatnya pada dosen, dan proses triple loop learning berjalan dengan baik”
Pembicaraan kami semakin menarik dan tak terasa sudah pukul 15.00, saya pun berpamitan dengan beliau, dan beliau pun juga harus mengajar pukul 15.30. “sekarang jadwal kuliah tidak boleh berbentrokan dengan jadwal shalat, ini kebijakan rektor baru” dalam hati aku berkata kembali, seperti nya Pak Rektor sudah berafiliasi kepada Islam.
Aku kembali ke masjid kampus, dan melihat mahasiswa berjalan cepat menuju masjid, sangat banyak jumlahnya, seperti jamaah haji yang hendak melempar jumrah. Aku pun shalat ashar, dan setelah itu aku menuju campus centre.
Aku sengaja tiba lebih awak 15 menit dari waktu yang dijanjikan karena ingin bernostalgia dengan campus centre, maklum sewaktu tingkat empat, aku bersama teman teman di badan eksekutif mahasiswa memperjuangan campus centre agar menjadi student centre secara fungsional, dan sepertinya cita-cita itu bisa aku lihat terwujud saat ini.
Duduk aku sendiri di anak tangga campus centre, lagi-lagi aku memperhatikan tingkah laku mahasiswa yang ada disana. Ada kumpulan mahasiswa sedang rapat dalam bentuk melingkar, akan tetapi ada batas antara pria dan wanita. Aku melihat sepasang mahasiswa dan mahasiswi yang berpapasan, mereka saling menyapa tapi tidak bersentuhan satu sama lain. Sepertinya budaya salaman berlawanan jenis sudah tidak popular lagi.
Di seberang sana, juga ada kelompok mahasiswa yang sedang mentoring, sepertinya sang mentor sedang mengajarkan cara membaca Al Qur’an yang baik kepada para peserta mentoring. Lapangan basket pun tampak ramai, ada yang berubah kawan, bukan lapangannya, tapi para pemain basket mengenakan celana di bawah lutut, bukan celana panjang memang, tapi aku yakin aurat mereka telah tertutup.
Tak lama kemudian, sang Presiden Mahasiswa datang, “Kak Jay” ia menyapa. “Ya, saya Presiden Mahasiswa kak,” ia melanjutkan kalimatnya diiringi salam yang hangat dari beliau.   Saya memperhatikan anak ini, pakaiannya casual, paduan celana jeans dan kemeja putih lengan panjang, aku menilik ke dalam saku kemejanya, ada mushaf kecil di dalamnya. Subhanallah, Presiden Mahasiswa kampusku seorang yang dekat dengan Qur’an. Kami pun berbicara tentang berbagai hal, dimulai dari kenalan singkat, pembicaraan mengenai kisah mahasiswa dan perjuangannya masa lalu, dilanjutkan dengan kondisi saat ini, dan pada bagian ini ia bercerita dengan semangat.
“Kampus ini sekarang bisa dikatakan tiada hari tanpa ta’lim, ya karena hampir setiap hari ada Lembaga Dakwah Himpunan Jurusan yang mengadakan ta’lim.  Mahasiswa pun sudah menyadari perannya dan kapasitasnya dalam kontribusi kepada masyarakat. Saat ini Indonesia bisa merasakan manfaat kemahasiswaan  dengan nyata” ia bercerita dengan bangga dan menggebu-gebu. Aku pun terbawa oleh arus kisahnya itu, sangat membanggakan memang.
“Mahasiswa pun sudah tersadari bahwa Agama adalah suatu yang integral dengan kehidupan sehari-hari. Para Ketua Himpunan dan unit saat ini pun juga mempunyai ta’lim khusus untuk mereka, isinya di sesuaikan dengan kebutuhan mereka sebagai pemimpin”. Sepertinya lembaga dakwah kampus sudah berhasil menanamkan nilai Islam dengan baik. Pembicaraan kami akhirnya masuk ke inti pembahasan, yakni ia meminta saya untuk mengisi di sebuah acara diklat aktifis kampus yang akan di selenggarakan satu bulan lagi.
Magrib pun tiba, masjid kampus menjadi tempatku berteduh kembali, setelah ibadah Maghrib, aku berencana menghabiskan target tilawah ku yang ku targetkan 2 juz satu hari, tinggal 6 halaman lagi, bisalah 10 menit selesai. Ternyata aku tak sendirian membaca Al Qur’an saat itu. Mahasiswa sepertinya mengalokasikan waktu diantara Maghrib dan Isya untuk memaksimalkan interaksi dengan Qur’an, kebanyakan dari mereka tilawah dan murojaah. Tidak banyak yang meninggalkan masjid untuk makan malam atau pulang ke kost. Mereka benar-benar telah memilih untuk mengisi waktu diantara shalat ini untuk mengisi kembali semangat mereka dalam beraktifitas dengan cara yang sangat mulia, berinteraksi dengan Qur’an.
Isya berkumandang, aku pun shalat berjamaah kembali, sungguh nikmat hari ku ini. Setelah sekian lama berkelana demi gelar S-3, aku akhirnya bisa merasakan Shalat berjamaah empat kali di kampus ku, dengan bacaan imam yang panjang nan merdu, membuat para jamaah hanyut dalam do’a dan komunikasi kepada Alloh.  Seperti sendiri di padang pasir, tak ada yang melihat, hanya aku dan Robb ku, sangat terasa menggetarkan hati setiap untaian ayat yang diucapkan imam.
Fabi ayyiaa laa irabbikumaa tukadzibaan, lantutan Ar-Rahman ini membuat separuh jamaah menangis, aku rasa mereka mahfum terhadap makna dari ayat ini. Shalat Isya pun usai, dan aku mempersiapkan diri untuk janjiku yang terakhir hari ini.
Tak lama setelah shalat rawatib , pundakku ditepuk dari belakang, “Akh Jay, bagaimana kabarnya, pertemuan kita di sekret saja kak, teman-teman sudah menunggu disana” kami pun berangkulan seakan kawan lama yang bertemu kembali, lalu bersama menuju sekret. Sekret yang membesarkan namaku 15 tahun silam.
Aku memasuki gedung itu, sekret nya masih di lantai dua, Cuma saat ini tampak lebih besar rapih. Aku masuk dan bersalaman  dengan sekitar delapan pengurus lembaga dakwah kampus lainnya. Aku mencoba melihat sekeliling, ada beberapa piagam mengisi pelatihan, dan aku memperhatikan dengan seksama buku dalam rak buku yang tersusun rapih, aku melihat buku-buku tulisanku dulu tentang dakwah kampus masih di simpan dengan baik di rak itu. Romantika masa lalu, aku pun teringat pada kawan-kawan seperjuangan ku di kampus, 3 tahun di lembaga dakwah kampus dan 1 tahun di badan eksekutif mahasiswa jurusan membuat aku memiliki cukup modal untuk berjuang melewati dunia nyata.
Pertemuan malam itu dengan kawan-kawan dari lembaga dakwah kampus adalah sebuah kenangan tersendiri bagi hidupku kawan, aku seakan 10 tahun lebih muda, aku seakan memasuki suatu dunia khayal baru, ketika mereka menceritakan kesuksesan mereka. Rencana besar mereka yang akan menjadi tuan rumah International Islamic Student Conference tahun depan, lalu mereka memperlihatkan suatu sistem memuat controlling  600 kelompok mentoring di kampus , mereka juga denga bahagia memperlihatkan dokumentasi acara mereka yang selalu di hadiri banyak mahasiswa.

Malam itu sangat indah kawan, dan kalimat terakhir dari mereka sebagai ungkapan perpisahan malam itu dan ucapan selamat datang kembali bagiku.

Ya kawan!! Kita akan selalu berjuang bersama
Kita akan buat legenda kita bersama
Ini adalah mimpi ku kawan, bukan khayalan belaka tetapi sebuah cita-cita mulia.
Kawan, apakah kamu bisa merasakan keindahan yang kurasakan??  Rasakanlah kawanku, rasakan keindahan ini…
Ku yakin, pernah terbesit dalam fikiranmu tentang mimpi ini..
(bantu aku untuk mewujudkannya ya..)


Notes : 12 Agustus 2011 M / 12 Ramadhan 1432 H
(Disela-sela Kerja Praktek, Gandul – Depok)

Minggu, 06 Mei 2012

Ranah Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Memperbincangkan  tentang ranah perbedaan antara kedua organisasi sosial keagaan, yakni NU dan Muhammadiyah, bukan untuk menambah problem yang timbul sebagai akibat perbedaan itu, melainkan justru sebaliknya,  agar semakin mendekatkannya. Sebab ternyata dengan perbedaan itu, selain ada untungnya,   dalam hal-hal  tertentu,  ternyata merugikan kedua belah pihak dan bahkan semuanya.  

Salah satu contoh kecil  kerugian  itu adalah misalnya  mengganggu silaturrahmi. Orang NU tidak begitu  mudah diterima bekerja di lembaga Muhammadiyah,  dan sebaliknya. Orang Muhammadiyah tidak mudah diterima di sebuah departemen, jika pimpinan departemen itu   orang NU,  dan juga sebaliknya. Padahal mencari tenaga professional kadang sangat  sulit,  namun  masih dipersulit lagi oleh adanya  perbedaan kultur atau organisasi keagamaan itu.   

Jika hal demikian itu benar-benar terjadi, maka  organisasi sosial keagamaan tidak terlalu menguntungkan. Ukuran kualitas seseorang menjadi bertambah dengan variabel yang tidak mudah dipenuhi. Misalnya, disebut berkualitas jika  berasal dari paham keagamaan yang sama. Dengan  begitu maka, organisasi sosial keagamaan justru menjadi  sebab terjadinya keputusan rasional tidak dijalankan.  Akhirnya keadaannya menjadi aneh, mencari calon tukang potong rambut saja  bisa dilakukan secara   obyektif, ------- mencari yang ahli;  sementara,  mencari calon rektor misalnya, harus   memilih yang sealiran. Padahal  yang terpilih akhirnya belum tentu kualitasnya lebih baik.

Contoh seperti itu, ternyata di mana-mana terjadi  dan  cukup banyak jumlahnya. Sebagai akibatnya, organisasi tidak berhasil dijalankan secara obyektif, rasional , dan terbuka, sebagaimana tuntutan organisasi modern.  Organisasi menjadi tidak dinamis atau apalagi maju. Selain itu, pelayanan masyarakat menjadi tidak maksimal.  Dampak negative itu akan dialami oleh  masing-masing  anggota organisasi yang bersangkutan, menjadi serba terbatas.

Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah jika diperhatikan secara saksama, sebenarnya  hanya  berada pada ranah ritual saja. Lagi pula,  aspek ritual itu  juga tidak berada pada wilayah yang mendasar. Orang menyebutnya hanya pada aspek yang sifatnya cabang atau furu’.  Perbedaan itu hanya di seputar bagaimana ritual itu dijalankan. Misalnya, jamaáh NU ketika shalat subuh melengkapi dengan qunut, sedangkan Muhammadiyah tidak.  

Selain itu, NU ketika shalat jumát,  adzannya dua kali, sedangkan Muhammadiyah hanya sekali saja. NU  setelah shalat fardhu  berdzikir bersama, sedangkan Muhajmmadiyah tidak. NU membiasakan membaca puji-pujian menjelang shalat berjamaáh, sedangkan Muhammdiyah tidak. Untuk menentuikan awal puasa atau mengakhirnya, Muhammadiyah   lewat pendekatan hisab, sedangkan NU menggunakan rukyat. Hasilnya kadang sama, tetapi sekali-kali  berbeda.

Persoalan ritual dalam Islam,  sebenarnya adalah merupakan bagian kecil  dari  keseluruhan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad,  atau dalam al Qurán itu sendiri. Dalam hal yang lebih luas, Islam mengajak umatnya menjalani kehidupan ini secara sempurna, mengembangkan semua aspek dalam dirinya. Islam mengajarkan bagaimana menggunakan akal pikirannya secara benar. Islam juga mengajarkan agar jiwa dan raganya  menjadi sehat.  Islam mengajarkan bagaimana agar ucapan, pikiran, hati,  dan anggota badannya selalu  dijaga agar bersih dan bahkan suci. Dalam Islam diajarkan tentang tazkiyatun nafs. Sedangkan kegiatan ritual, sekalipun sungguh amat penting, namun  hanyalah merupakan bagian kecil dari ajaran Islam.

Apa saja  yang terkait dengan ritual mestinya bukan diperdebatkan, melainkan seharusnya segera dijalankan. Berdedat soal ritual tidak akan membawa hasil, dalam arti diketemukan  mana yang paling duluan diterima dan yang ditolak oleh  Tuhan. Tidak akan ada seorang pun yang tahu bahwa ritualnya diterima atau ditolak. Penerimaan dan atau penolakan kegiatan ritual adalah hak prerogative Tuhan sendiri.   Seseorang mungkin menang dalam berdebat, maka sebenarnya belum tentu benar-benar menang di hadapan Allah.  Bisa saja yang terjadi justru sebaliknya,  bahwa mereka yang kalah,  karena ritualnya dilakukan secara lebih khusuk dan ikhlas justru diterima. Sebaliknya,  pihak yang menang hanya akan mendapatkan kemenangannya di hadapan orang.

Ajaran Islam sedemikian luas, yaitu mengajarkan agar para umatnya kaya ilmu pengetahuan, menjadi manusia unggul dalam arti bertauhid, berhasil bisa dipercaya,  dan selalu menjaga kesucian dalam semua aspek kehidupannya. Selain itu, Islam mengajarkan tentang  tatanan sosial yang adil dan juga agar menjalankan semua pekerjaan atau amalnya   secara professional atau beramal saleh. Dalam al Qurán disebutkan bahwa siapa yang beriman dan beramal saleh akan selamat hidupnya, baik di dunia maupun di akherat.

Sebenarnya boleh saja di mana-mana  terjadi perbedaan atau  bahkan berdebat. Tetapi hendaknya  perdebatan itu   dalam soal yang terkait dengan ilmu pengetahuan, membangun keadilan dan mencari cara  yang tepat dalam beramal saleh. Sebab berbeda dalam ilmu pengetahuan dan lainnya itu  akan melahirkan rakhmat. Artinya dengan  perbedaan dan perdebatan itu justru pengetahuan dan pengalaman seseorang  akan  semakin bertambah. Akan tetapi,  perbedaan dalam ritual secara berkepanjangan,  yang  didapat   sebaliknya, yaitu umat akan terpecah dan bercerai berai sebagaimana yang tampak selama ini.

Perbedaan dalam beritual sebenarnya sudah terjadi sejak zaman nabi. Banyak kisah tentang itu, misalnya   menyangkut tentang  pelaksanaan shalat dan bahkan juga haji. Setiap ada perbedaan di antara para sahabat  segera  dikonsultasikan langsung kepada Nabi. Maka,  jika ada pengaduan seperti itu,  selalu saja Nabi membenarkan semuanya.  Artinya semua  yang telah dilakukan oleh sahabat dalam menjalankan ritual dibolehkan dan atau dibenarkan. Oleh karena itu, maka dengan perbedaan ritual itu sebenarnya tidak perlu masing-masing mengklaim,  bahwa diri atau kelompoknya yang paling benar.   

Dalam soal  ritual, asalkan masih berada pada frame atau kerangka pokoknya, semua dibolehkan. Sedangkan menyangkut  cara yang detail-detail tidak perlu  harus diperdebatkan. Kalaupun harus ada yang  dipersoalkan adalah  menyangkut  kekhusukannya. Sebab Nabi dalam suatu riwayat,   pernah menyuruh salah seorang untuk mengulangi shalatnya, karena dinilai kurang khusu’.  Ternyata,  bukan terkait dengan persoalan yang sering diperdebatkan selama ini. Akhirnya, jika hal seperti itu dipahami dan dihayati bersama,  maka   kewajiban  agar supaya umat Islam  selalu menjaga persatuan  akan  berhasil dijalankan. Wallahu a’lam. 

Lembaga ini mengajarkan saya, sebagai... (Part III)


Masih didepan mesin ini, 

tak jarang rasa keluh dan peluh menyelinap dalam jemari, dan seolah berkata

"kemana melangkah, ia kan tetap disamping-mu"


***

Semua sepakat, disana ada pertemuan - maka suatu saat pasti ada perpisahan.
Ketika kita siap untuk menjalin pertemuan, maka kita juga seyogyanya siap untuk melepas pertemuan itu.

Sekonyong-konyong..
Lembaga ini yang membuat diri ini tau, bagaimana cara untuk memanajemen hati yang tak jarang terlalu ego terhadap satu, dua bahkan banyak hal.
Karena, sesungguhnya amanah menjadi seorang pemimpin adalah amanah terbesar dibandingkan untuk memimpin diri kita sendiri. Yang terbiasa hanya sibuk untuk mengembangkan diri sendiri, disaat ini, mau-tidak mau, kitapun harus siap untuk mengembangkan yang lainnya.
Suatu komitmen yang harus dijalani, manakala diri ini siap untuk melangkah lebih jauh lagi. Jangan ada keluh! apalagi jatuh. Segera mungkin dicarikan penawarnya, karena itu adalah penyakit yang mesti diobati.

Disaat terjatuh, padahal sendiripun jarang sekali mengalami yang namanya kesedihan, kesukaran atau kesulitan. (Alhamdulillah)
Saat ini, yang namanya kesedihan, kesukaran dan kesulitan itu akan menjadi teman yang selama itu juga akan menjadi sahabat. Tetapi karena "MEREKA", sampai saat ini saya masih yakin dan kuat akan jerih ini. Lembaga ini yang telah mempertemukan puluhan orang-orang yang tak jarang, saling acuh sebelumnya. Membentuk untuk saling peduli, kemudian saling membantu, adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tapi imajinasi dari lembaga ini, yang seolah mengajarkan akan arti sebuah persaudaraan.

Persaudaraan yang semula mungkin tak pernah terfikirkan, karena tak pernah sedikit waktu terlintas akan arti persaudaraan itu semua, mungkin pernah. Tetapi tidak disini, tidak dilembaga ini.
Jika dibilang bersyukur, jelas sangat disyukuri. Karena dibalik amanah yang besar, tersimpan berjuta makna tempat kita menempa jalur panjang kedepan, tempat kita berdiri, kemudian meloncati garis-garis kehidupan ini.

Satu hal yang ada dibenak saya saat ini, apa yang akan saya berikan kepada lembaga ini???
Ketika lembaga ini tlah memberikan saya sejuta pelajaran tadi??
Lembaga inilah yang mengajarkan saya arti mengasihi, menyayangi dan arti besar akan sebuah persahabatan.
Dan semua itu akan segera luput, dan semoga menjadi sebuah catatan manis bagi - kami.

***

Harapan besar saya saat ini adalah..
Semula, kertas putih yang kosong dan nampak bersih itu, tlah kita goresi bersama. Bahkan sempat kotor, kumal dan nyaris robek.
Tapi, suatu saat kertas itu ada yang bersedia untuk mendaur-ulang-nya, dijadikan kembali sebagai tempat untuk menuliskan berbagai macam cerita indah yang kemudian, menjadi pelajaran dan kenangan bagi yang membacanya.
Bukan hanya indah, tak jarang cerita menyakitkan, menyedihkan, dijadikan sebuah media instropeksi diri dan selanjutnya tak akan diulangi lagi.

Selasa, 01 Mei 2012

Lembaga ini mengajarkan saya, sebagai... (Part II)

Kalau ditanya, kenapa saya tetap bertahan disini???
Secara lugas, harus saya katakan...
Hidayah itu mesti dijemput Guys ^^ Saya fikir keberadaan saya saat ini termasuk dalam pencarian jati diri, akan sebuah hidayah itu.
Bagaimana tidak, amanah adalah mediator seseorang untuk menuju jannah-Nya toh???
Tapi, (ettsss..) amanah yang mana dulu yaa?? Kalau dilakukannya asal jadi, ya bisa jadi hidayah itu akan asal jadi jugakan.. (Naudzubillah)

Over all..
Saya tetap bertahan dengan komitmen saya diawal adalah "amar makruf, nahi mungkar"
Keberadaan saya saat ini adalah tetap dalam rangka menegakkan panji-Nya, tiang-tiang yang sudah semestinya terpatri dalam benak kita masing-masing. Dan ingin rasanya saya bagi itu semua kepada 'penerus-penerus' saya nanti.
Bukan jabatan yang saya cari, Bukan ke-fenomenal-an yang saya harapkan. Semata-mata ingin mewarnai daun-daun coklat, yang nyaris jatuh dari tangkainya. Berharap ia tetap segar, tidak dipandang sebelah mata oleh orang-orang sekitar. Dan tentu saja, bermanfaat bagi orang lain (Aamiin)

Jujur harus saya katakan, pada mulanya saya berdiri di-lembaga ini, saya ragu terhadap lembaga ini. Karena disadari atau tidak, konsekuensi dari lembaga ammah adalah pun diisi oleh orang-orang yang ammah. Pertanyaan terbesar pada saat itu adalah "Bagaimana saya bisa mewarnai orang-orang ammah??? Sementara saya sendiripun, masih sering diwarnai"
(Waw!)

Hmm, memang dasarnya saya terbentuk dari 'background' keluarga yang suka dengan hal-hal baru dan tantangan. Maka jadilah saya yang sekarang. Teringat kata salah satu sahabat saya, sahabat yang selalu menjadi teman berdebat, apapun itu, politik, media, sosial, kampus sampai budaya, kesenangan, dan jangan salah masalah "akhwat" (SENSOR!!!)
Orang yang selalu setia mendengarkan celotehan-celotehan hangat saya, curhat-curhat bombay atasannya. Hehehehe..
Orang yang rela menjadi pendamping saya dikala PEMILU, dan yang jelas dengan setianya mendampingi saya, hingga hampir selesai amanah ini.

"Faris Basysyar Saputra"
Orang multi-talent, yang bisa apa saja, maka tidak jarang banyak belajar saya dari Bapak yang satu ini.
Tapi khusus untuk "akhwat", berkali-kali dia tawarkan untuk privat dengan dia, secara tegas say bisa menjawab dengan senyum simpul penuh tanda tanya..
Hehehehe..

To "Basysyar" : Amanah ini segera berakhir Pak... Kelak, tidak ada orang yang lagi, tiap malam ngetok pintu kamarmu, dan bilang "Faris, luh harus dengerin curhatan gue!!!"
Hahahahahaha :D

=========================================================================

Dibilang sukar, jelas sukar..

Tapi inilah kenyataannya, terkadang pahit - sesungguhnya ini buah manis
(Ngerti ngga??)
Hahahahhahhhhhhaaahhaha, *** baru ini saya buat tulisan sekenanya, yang penting nulis, mau bener, mau acakan. Beda banget yaa, dengan tulisan2 saya sebelumnya???

Ini bener2 dari dalam hati coy!!!!!

=========================================================================

Next..
Sesuai judul, Lembaga ini mengajarkan saya sebagai pejuang sejati (Ceileh...)
Yaa, saya rekomendasikan salah satunya itu.
: Pejuang Sejati..

Pejuang koboi yang ceplas-ceplos, lugas maka tak jarang dari Staff yang mempertanyakan saya.
"Ini Kahim, kok ngga difikir-fikir dulu yaa ngomong???"

Afwan jiddan Pak, Bu..
Ini semata-mata saya lakukan agar kedekatan diantara kita tidak ada yang menyekat. Lagipula, tidak jarang juga lisan ini saya jaga.
Sebisa mungkin, malah Faris yang sering saya minta untuk menyampaikan.
(Walau ngga jarang juga, dia 'ngedumel' dan bilang "Yang Kahim siapa???")
Santai Bro..
Saya tidak ingin, hanya saya yang dilihat... *Ngeles :(

Selain itu, seringkali saya rasakan risih jika harus dianggap Kahim.
Karena terus terang,
saya awalnya adalah pekerja juga (sama seperti Staff2 yang lain), nah ketika diamanahkan memimpin, terkadang ngga nyadar,
kalau saya pemimpin mereka, yang tidak jarang mereka tuntut adalah : kebijaksanaan, pencitraan dan images! Heuhhft..

Oke
Pembentukkan images itu yang bulan2 pertama dengan penuh kerja keras (asik!) saya bentuk hingga akhirnya jadilah...
Hahahahaha (apa sih???)
Tapi memang benar loo, disadari atau tidak lagi2 images juga ternyata berperan penting dalam kehidupan sosial kita. Dipandang atau kurangnya seseorang, pun dilihat dari bagaimana dia berpenampilan dan bertutur.
Sering saya katakan kepada adik2 di Himpunan, dan tidak jarang juga banyak yang berdebat soal itu.
Karena sekali lagi, kaitannya adalah lebih ke persepsi yaa???
*********************************************************************************

Kesimpulan tulisan Part II ini adalah,
Siapapun dia, Dimanapun dan Kapanpun seseorang mengabdi, maka hendaklah diperlukan suatu komitmen juang. Luruskan niat lagi, karena tidak jarang seorang 'ikhwah' dapat terwarnai, karena ia cenderung tidak paham akan komitmen yang ia bangun. Bahayanya adalahm jika kelabilan itu datang, wah hati2 man! bisa-bisa bukannya mewarnai malah terwarnai.

Oke fine!!!
Saya fikir, tulisan Part II ini lebih acak-kadut dari yang sebelumnya. Tak apalah, just sharing..
Wassalamualaykum..
Hidup UTS ^^ (Lohhh???)

Lembaga ini mengajarkan saya, sebagai... (Part I)

Telah saya lalui, kurang lebih 3 semester disini.
Mengarungi berbagai badai, yang seolah saling bergantian menerpa - bahkan tidak jarang menerjang. Berusaha untuk menjadi amanah rakyat, yang sekiranya sudah saya azzam dan tekadkan bulat-bulat. Bahwa saya, akan menjadi abdi yang setia. Ditengah maraknya aktifitas internal maupun eksternal, saya kira azzam itu insha ALLOH, slalu melekat dibenak saya.

Oya,
disadari atau tidak, bahwasannya amanah ini adalah salah satu bentuk nikmat yang ALLOH berikan kepada saya. Sekali-kali tidak pernah saya katakan ini ujian atau musibah, walaupun tidak banyak yang mengatakan "amanah adalah musibah", atau bahkan tidak jarang, dibeberapa pertemuan atau acara yang mengharuskan saya bicara, terkadang saya katakan ini "musibah".
Tetapi, itu semua tidak lepas dari lelucon semata ; yang mengisyaratkan akan abdi seorang jundi dan pekerja sosial seperti saya, bahwasanya saya tidak ingin dikatakan orang terlalu ambisius terhadap ini. Karena kembali lagi, amanah tetaplah amanah, yang harus diselesaikan.

*** Btw, tulisan saya "acak-kadut" yaa??
Oke.. (Sengaja saya buat sekena mungkin).

=========================================================================
Guys..
Pernah terlintas dalam diam saya, akhir-akhir ini sih..
Seiring waktu yang sebentar lagi akan menuntut saya untuk turun (Yeah!!! Hore..)
Seolah-olah girang ya???

Hm,,

dibalik itu semua, ada satu rasa yang saya pendam. Akan sebuah tuntutan akan "perfectionist" amanah. Saya khawatir, jika kerja keras saya selama ini, terlalu dianggap orang monoton.

Tapi, biarlah... Lagi pula yang "punya-score", tuhan yaa???


Apapun yang saya lakukan selama ini, hanya untuk lembaga dan rakyat. Sebagaimanapun, mereka menilai tetap saya jadikan bahan motivasi untuk belajar.
Karena, sangat saya syukuri, lembaga ini yang telah mengajarkan saya akan arti sebuah kesabaran.
Sabar dikala, staff tidak hadir. Sabar dikala, banyak staff yang ingin mengundurkan diri. Sabar dikala, program-program banyak yang dipertanyakan.
Dan masih banyak kesabaran lainnya....

Itu baru sebagian kecil, pengajaran "gaib" yang saya dapatkan melalui lembaga, yang sering kali membuat saya terbebani dengan ungkapan-ungkapan orang atau panggilan orang terhadap saya
"bapak kahim", "Oh... No..., saya sebenarnya agak risih dengan sebutan seperti itu. Tak apalah, lagi-lagi saya jadikan motivasi. Untuk tetap belajar dan tentu saja bergerak ^^

Oyaaa,
Diatas saya tadi sebutkan pengajaran "gaib", kenapa saya katakan "gaib"???
Karena saya fikir, lembaga yang selalu mengajari saya arti dari beribu arti, mengajari saya arti memimpin.

=========================================================================
Come on, Guys!!!
Tetapi, ke-gaib-an ini akan segeara berakhir.
Bergerak itu pasti,
kadang malas melugaskan kata "berakhir".