Sabtu, 19 Mei 2012

Ini Mimpiku Kawan - Aku Butuh Bantuanmu, Untuk Mewujudkannya ^^

Cc : Anton, Arif, Bob, Den, Destia, Eki, Hadi, Ifan dan Maulana

INI MIMPIKU KAWAN

Cengkareng – STT PLN Jakarta, 12 Sept 2023 M/1444 H




Kawan!!
Pernahkah membayangkan tentang bagaimana Kemenangan Dakwah Kampus. Pernahkah sepersekian detik kamu berkhayal tentang indahnya kampus ketika nilai Islam meresapi setiap relung mahasiswa di kampus.
Tahukah kamu kawan, aku pernah membayangkannya, aku pernah masuk dalam indahnya bermimpi tentang kemenangan itu, rasanya sangat indah, dan aku ingin juga membagi rasa ini kepada kawan semua.
Monolog berikut kupersembahkan khusus untuk pejuang dakwah yang tak kenal lelah. Yakinlah bahwa tetes keringat yang berjatuhan adalah saksi bisu atas perjuangan besar Karena rindu pada Robb..
***

Aku sedang berjalan di jalan setapak taman masjid kampusku, sebuah masjid kampus yang megah karena arsitekturnya yang sederhana. Arsitektur masjid tanpa pilar dan kubah, serta di alasi oleh keramik yang menghangatkan jemari dan dahi yang bersujud dan bersimpuh meraih nikmat Robb. Aku menjadi teringat pemandangan 12 tahun lalu, ketika aku dipercaya sebagai amirul mukminin siyasih di kampus ini. Tidak ada yang berbeda dengan nuansa kampus ini, tidak ada yang berubah dari masjid kampus ini, masih sama, masih sejuk dan menimbulkan sebuah kenangan indah atas perjuangan dakwah aku dan kawan-kawanku ketika masih mahasiswa.
Siang itu, azan Dzuhur tiba, “Hayya ‘alaa Sholaa” begitulah pekikan muazin ketika aku melepas tali sepatu ku. Terdiam sejenak mencoba melihat sekeliling tempat penitipan, segerombolan orang hilir mudik tergesa-gesa menuju kedalam masjid, mereka berjalan menunduk dan dengan langkah sigap, seakan-akan ketinggalan kereta terakhir di stasiun. Mereka bahkan rela membuang makanan yang mereka sedang bawa demi meraih keutamaan Rukun Islam ini. toko pun menutup gerai mereka dan memasang tulisan besar berwarna merah “TUTUP 10 MENIT, SEDANG SHALAT” di depan pintu toko-toko yang menjadi bagian terintegrasi dari masjid kampus ini. Melihat kearah timur, sebuah gedung kayu yang tak berubah masih berdiri tegak disana, bisa aku lihat, mahasiswi berjilbab lebar dengan warna-warni komposisi baju dan rok yang sangat indah. Memberikan kesan anggun tersendiri bagi mereka. Aku memperhatikan mereka bergegas mengunci pintu gedung kayu dan segera memasuki ruang wudhu perempuan.
Aku mencoba berpikir apa yang terjadi, 12 tahun sejak aku berpisah dengan kampus ini dan meraih pendidikan diluar ternyata telah membuat sebuah nuansa berbeda, tapi aku mencoba berpikir kembali “mungkin ini dampak amadhan yang baru usai pekan lalu”. Kutitipkan sepatu puma berwarna coklat milikiku, ke penitipan sepatu, tak lagi kukenal siapa yang menjaga tempat sepatu itu, diberikanlah kepada ku sebuah kartu yang mirip dengan credit card berwarna hijau toska sebagai tanda bukti penitipan sepatuku.
Berjalan kembali diriku untuk mengambil air wudhu, “laa ilaaha illalallahu..” azan pun usai, lantai keramik putih itu sudah diganti sepertinya, dengan lantai yang lebih kokoh dan berwarna sawo matang, Basuhan wudhu terakhir ku ke jari kaki kelingking bersamaan dengan bunyi microphone yang sedang di nyalakan, aku pun bergegas menaiki tangga masjid untuk mengikuti ritual Shalat Dzuhur ini.
Terperanjat diriku melihat pemandangan yang hampir tidak bisa aku bayangkan 12 tahun silam, jamaah Dzuhur sangat berlimpah, hingga ke koridor masjid, balkon lainnya dipenuhi muslimah-muslimah yang juga dengan rapat menjaga keutamaan shaff berjamaah. Aku berpikir, kawan, mungkin itu mengapa banyak mahasiswa yang terburu-buru menuju masjid, saat ini, hukuman bagi mahasiswa yang telat hadir shalat berjamaah adalah tidak mendapatkan shaff pertama. Subhanallah, kuulangi kawan, hukuman yang mereka khawatirkan jika telat bergabung dalam shalat berjamaah adalah tidak mendapat tempat shalat di shaff pertama.
Aku pun terpaksa shalat di koridor selatan masjid, siku-ku sangat dekat dengan tembok pembatas, karena jamaah mencoba mengisi setiap millimeter ruang yang ada dengan baik. Sebuah kebiasaan yang ditempat di masjid kampus ku, teringat saat masih kuliah dulu, imam masjid tidak mau memulai jika shaff tidak kunjung rapat.
Rapatkan shaff shalat, ujung kelingking menempel kelingking sebelahnya dan pundak menempel pundak. Pastikan shaff rata dan lurus. Sebaik-baik nya shaff untuk pria adalah shaff pertama, sebaik-baiknya shaff untuk perempuan adalah shaff yang paling belakang. Penuhi dahulu shaff terdepan, pastikan tidak ada celah yang ada, shaff selanjutnya dimulai dari tengah. Rapatkan dan luruskan”
Kata-kata rutin yang senantiasa di ulang, dan tanpa sadar aku pun melakukan hal yang sama jika menjadi imam shalat.
Shalat pun dimulai, hening, tenang, tidak ada suara pedagang, tidak ada klakson mobil atau motor, yang ada hanya kicauan burung dan hembusan angin yang membuat sengatan matahari tak terasa pedihnya. Sesekali aku mendengar hentakan kaki pria dewasa yang tergesa-gesa bergabung dalam jamaah : sial aku telat, mungkin itu kata-kata yang ia ucapkan dalam hati, meratapi dirinya yang gagal mendapat shaff pertama.
“Assalamualaikum warahmatullah” imam mengakhiri shalat dengan salam yang menggetarkan hati, terasa dalam suaranya ia enggan berhenti dari suatu momen untuk berkomunikasi dengan Robb. Zikir dan do’a aku lantunkan dalam hati setelah salam ku, seperti biasa aku menutup mataku dalam do’a setelah shalat. Tidak melihat situasi sekitar. Sekitar 5 menit lamanya aku mencoba mencurahkan isi hati ku pada Allah, mengucapkan syukur karena diizinkan kembali ke kampus ini, tempat aku belajar dan mengenal dakwah Islam.
Alhamdulillah”,  kalimat tahmid ini menutup do’aku seraya membuka kelopak mata dan bergegas mengambil kacamata. Kulihat kanan dan kiri, dan lagi-lagi aku terkejut dengan pemandangan yang aku lihat lagi saat ini, koridor masih penuh jamaah, hanya sebagian yang telah meninggalkan masjid, dan kulihat di shaff belakang ada rombongan jamaah kedua yang menjalankan shalat, aku yakin mereka bukan telat datang, akan tetapi kapasitas masjid yang terbatas memaksa mereka harus shalat di kloter kedua ( istilah yang kami buat saat masih mahasiswa ).
Aku melihat kedepan, seorang lelaki berkaus kerah warna putih, dan dipadu dengan jeans biru serta mengenakan gelang karet sedang membaca Qur’an dengan baik. Di belakangku, tampak mahasiwa high class, yang bisa aku di identifikasikan dari kemeja hitam versacce dan celana coklat tua bermerek arbercrombie, ia sedang sibuk membaca Qur’an melalui layar PDA nya, tipe HP iPaQ seri terbaru, aku mentaksir harganya mencapai 10 jutaan saat ini.
Diseberang sana, di dalam ruang utama, ada 2 orang bercelana bahan hitam dan di padu dengan kemeja, serta berjenggot tipis, kader dakwah ini pastinya , aku tersenyum dalam hati. Mereka sedang mengecek hafalan Qur’an satu sama lain.
Indahnya kawan, sangat indah, tiba-tiba aku masuk dalam ruang fantasiku, aku membayangkan, bukan, aku menjadi teringat diriku sendirian di ruang utama masjid kampusku, tak banyak orang saat itu, aku mati-matian menghafal An-naba sendirian, karena malamnya aku harus menyetornya ke Murrobi ku, kejadian itu tingkat satu kalau tidak salah, atau ketika tingkat 2, aku bersandar di dinding masjid yang tanpa pilar ini, sendirian ( lagi-lagi ) mencoba menghafal Al muzzamil , teringat hari itu hujan lebat, menghafal Al muzzamil dalam keadaan hujan menjadi romantika tersendiri bagi diriku.
Allahu akbar yaa Al Aziz, lantutan ayat-ayat mu saling sahut menyahut, saling di lantunkan di masjid ini, di masjid kampus yang akan mencetak banyak sekali pejuang-pejuang peradaban masa depan.
Aku beranjak setelah membaca mushaf ku sekitar 4 halaman, kebiasaan yang sejak kuliah aku coba bangun. Pukul 12.30 saat itu, aku beranjak mengambil sepatu ku, dan berjalan menuju gerbang kampus, dan melihat time planning ku di PDA ku, ;
12.45   ; Bertemu Ketua Jurusan S1 Teknik Elektro
16.00   ; Afternoon Coffee Meet with Presiden Mahasiswa ( campus centre )
19.30   ; Bertemu Aktifis Dakwah Kampus / sarasehan and dinner ( masjid kampus )
Tiga agenda ini akan mengisi hariku di kampus penuh kenangan dan romantika hidup yang tak tergantikan.
Langkah ku menuju gerbang utama kampus disambut dengan baliho besar kegiatan-kegiatan mahasiswa. Tiga baliho di sebelah kanan dan empat baliho di sebelah kiri gerbang utama. Tertera di sana beberapa kegiatan; symposium energy nasional, student entrepreneur expo, kolaborasi seni nusantara, bakti desa : sebuah kontribusi kecil untuk  bangsa, penyambutan mahasiswa baru oleh lembaga dakwah kampus, Training ESQ , dan sebuah pengumuman resmi dari rektorat. Kupandangi satu per satu baliho megah ini. lagi-lagi terlintas memori mendirikan baliho ditengah hujan dengan bambu yang seadanya dan alat seperlunya.
Sambil berjalan aku mendengar percakapan mahasiswa mahasiswi yang berpapasan denganku :
“Alhamdulillah, UTS ku dapat 95” ucap seorang mahasiswa tingkat 1
“Besok Quiz, aku harus shalat tahajud malam ini” bisik seorang mahasiswi ke sahabatnya
“Waa.. Barokallah, senangnya ya sidang lulus” di iringi senyum menawan yang ikhlas dari seorang mahasiswi
“Nanti malam LIQO jam berapa, Murrobi kita bahas apa lagi ya??” Tanya seorang mahasiswa kepada temannya
“Eh katanya besok sabtu ada MABIT yah di masjid kampus” seorang mahasiswa sedang menelpon temannya
“Assalamualaikum Ukhti, gimana tilawahnya hari ini?” dua orang mahasiswi berjilbab saling bersalaman dan saling menyapa ramah
“Bro, udah hafal juz 30 belum ? pekan depan harus setoran dgn kakak nih” seorang mahasiswa memotivasi sahabatnya
Lagi-lagi termenung dalam langkah, gila ini kampus, macem pesantren aja pembicaraannya. Tidak ada gossip, tidak ada cacian ke dosen, tidak ada pembicaraan tidak berbobot, tidak ada kata-kata kotor dan tidak ada raut muka jarang shalat rupanya.
Aku tersenyum dalam perjalanan ku, mengucap rasa syukur yang mendalam kepada Alloh; Ya Robb, sungguh indah janjiMu, terima kasih atas pertolongan yang Engkau berikan kepada kampusku ini.
Aku terus melangkah ke dalam kampus, langkah pelan namun pasti sambil mengamati perubahan demi perubahan yang terjadi selama 12 tahun ini. tiba-tiba pundakku di tabrak seorang mahasiswa yang sedang mendengarkan musik melalui iPod dan tak sengaja terlepas earphone nya, , lalu terdengarlah lantutan Qur’an dari iPod mahasiswa itu.
”Punten Mas, maaf, saya sedang menghafal musik yang saya dengar” begitu kata mahasiswa tersebut dengan rendah hati. Dalam hati aku menjawab, musik atau ayat Qur’an mas !. Kawan, jika kamu melihat mahasiswa yang menabrakku ku tadi, pasti kamu tak akan menyangka pria ini sedang menghafal Qur’an, tidak tampak dari nya sosok aktifis dakwah yang selama ini kita kenal dan gemar menghafal Qur’an. Dan aku berkata kembali dalam hati, Subhanallah, kalau mahasiswa biasanya aja menghafal Qur’an bagaimana para kader dakwahnya, pada hafidz mungkin yah?.
Gerombolan muslimah berjilbab dan yang berjilbab aku lihat di sebelah kiri pandanganku, mereka berjalan bersama dan saling bercerita bahagia satu sama lain, sepertinya para muslimah berjilbab sudah bisa merangkul para muslimah yang belum berjilbab. Dalam gerombolah itu tampak, perempuan potongan hongkong, seorang lagi dengan rok serta atasan kemeja dengan rambut yang tampak sehabis di re-bonding, seorang lagi perempuan tomboy, aku bisa mengenalinya karena rambutnya yang seperti cowo, dan seorang lagi perempuan berpakaian seadanya, tapi ia tampak paling antusias mendengar kawannya yang berjilbab lebar bercerita.
Di sekitar lapangan tengah kampus dan lobbi-ny yang megah, aku melihat sekitar delapan kelompok mentoring sedang duduk melingkar di bawah angin sepoi-sepoi dan daun yang berguguran. Ada kelompok yang tampaknya memiliki mentor yang sangat semangat, aku tertawa melihatnya, anggota kelompok mentoringnya tampak serius memperhatikan sang mentor bercerita. Di sisi lain ada kelompok yang tenang, dan ditengah nya tersedia brownies kukus bandung sebagai pengikat mentoring mereka, disisi lain, ada kelompok yang sedang mengadakan simulasi, cukup heboh kelompok yang satu ini, anak Infor kutaksir sepertinya.
Di lain sudut ada kelompok muslimah yang menjalankan mentoring, tampak teteh yang lembut sedang memberikan nasehat kepada anggota mentoringnya. Tidak ada satupun darinya yang mengenakan jilbab, hanya teteh nya saja.
Aiih, sungguh indah pemandangan ini, apalagi jika kawan perhatikan apa yang saya lihat, beberapa mahasiswa duduk-duduk di bangku taman sambil membaca Al Qur’an, sebagian membaca buku dengan serius, ada pula yang tiduran di bangku taman sambil murojaah hafalannya. Serta ada sebagian lain yang berdiskusi serius satu sama lain.
Hingga tibalah aku ke gedung perkuliahan ku yang dulu, rupanya masih sama, bangunan duabelas lantai berbentuk persegiempat panjang. Sebelum menaiki lift menuju ruang Ketua Jurusan, aku mengintip ruang kuliah yang berada tepat di depan lift, ruang kuliah berkapasitas 100 orang itu tampak sama dari segi fisik, tapi aku merasakan ada hal yang beda saat itu, aku mencoba berpikir, kawan, apa yang beda ?
Ternyata memang beda, mahasiswa dan mahasiswi tidak lagi duduk bercampur, mereka terpisah oleh jarak sekitar satu bangku, mahasiswa di sebelah kanan dan mahasiswi di sebelah kiri. Mereka semua sibuk mencatat dengan menggunakan laptop yang mereka miliki, memperhatikan dosen yang dengan semangat menjelaskan bagaimana politik dapat mempengaruhi perencanaan suatu wilayah.
Tampak oleh ku, papan tulis itu dihiasi dengan lafadz basmallah  di bagian atas tengah. Sesekali sang dosen mengaitkan apa yang ia sampaikan dengan ayat yang adi Al Qur’an. “Perencanaan ini adalah sebuah keharusan bagi sebuah negara, walau ada ilmuwan yang berpandangan, doing nothing is planning, tapi Allah pernah berfirman dalam Ar Rad’u ayat 11 bahwa Ia tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum kecuali kaum itu berusaha untuk mengubahnya,. Jadi jika perencanaan itu tidak dilakukan, maka sama saja kita nanti perubahan” begitulah ungkap dosen tersebut dengan intonasi yang membuat setiap orang memperhatikannya, dan membuat jentik jemari kita siap siaga untuk mencatat setiap kata yang terlontar dari mulutnya.
Aku melihat ke ujung lorong gedung ini, kuingat bahwa di situ ada Sekretariatan Himpunan Mahasiswa Jurusan, teringat masa-masa dimana aku mengabdi ketika dulu menjadi Ketua.
Kucoba menghampiri dengan rasa ingin tahu, perubahan apa yang telah terjadi.
Mading ucapan ulang tahun masih sama seperti dulu, aku membaca salah satu pesan yang ada di madding ucapan ulang tahun itu, aku terbelalak melihat kata-kata ucapan yang ada.
“Selamat milad, semga semakin dekat dengan Alloh”
“Met ulang tahun yah ! semoga semakin dewasa dan bertambah ketaqwaannya”
“Happy b’day my bro, people love you my man, and hope Alloh also love you too”
“Met Ultah kk, sukses dunia dan akhirat”
Hmhm… tersenyum sendiri diriku membacanya, lalu, di samping madding selamat ulang tahun ada madding lagi, disana di tuliskan kata-kata bijak yang membuat orang yang membacanya tergugah dan termotivasi. Kata-kata dari hadits Rasul, potongan ayat atau sajak arab kuno, dan ada pula quotes dari orang hebat, Donald trump,bung hatta, dan barrack obama tertulis disana. Aku meyakinkan diri bahwa pesan kata bijak ini memberi nilai tersendiri bagi mading ini.
Memasuki ruang himpunan, aku mendengar seseorang sedang melantunkan Al Qur’an, kulihat sekeliling, ada yang sedang mengerjakan tugas, ada yang sedang rapat kaderisasi. Aku mendengar bahwa mereka sedang menyusun kurikulum mentoring agama untuk di masukan dalam sistem kaderisasi mahasiswa baru. Bahkan, taukah kamu kawan, ada seorang peserta rapat menyeletuk,
“Gimana kalau kita buat standar ibadah harian untuk para peserta kaderisasi yang muslim”.
Teringat dulu, aku memperjuangkan adanya satu divisi baru dihimpunan ini. Divisi Keagamaan
Tak berlama-lama aku mengabiskan waktu di himpunan, sudah pukul 12.45, aku harus bergegas ke ruang Ketua Jurusanku. Setiba aku ke ruang Ketua Jurusan, aku disambut bak anak yang kembali dari perantauan. Kita berbicara sejenak mengenai disertasi S-3 ku yang mendapat hasil sangat memuaskan.”Sudah bapak bilang, mahasiswa Indonesia itu cerdas-cerdas, sungguh kamu buat bapak bangga, rekan saya di sana memuji habis teori kamu tentang Perencanaan Pembangunan SUTET/SUTT diwilayah Pesisir, sungguh orisinal”. Pembicaraan berlanjut tentang kondisi keislaman kampus, beliau lagi-lagi berkata “Saya juga sangat senang dengan kondisi Islam di kampus sekarang ini, para aktifis dakwah nya adalah yang terbaik secara akademik di kelas, hampir seluruh asisten praktikum di isi oleh orang-orang masjid itu, dan mereka juga cerdas. Tingkat mencontek di kelas turun drastis, mahasiswa menunjukkan hormatnya pada dosen, dan proses triple loop learning berjalan dengan baik”
Pembicaraan kami semakin menarik dan tak terasa sudah pukul 15.00, saya pun berpamitan dengan beliau, dan beliau pun juga harus mengajar pukul 15.30. “sekarang jadwal kuliah tidak boleh berbentrokan dengan jadwal shalat, ini kebijakan rektor baru” dalam hati aku berkata kembali, seperti nya Pak Rektor sudah berafiliasi kepada Islam.
Aku kembali ke masjid kampus, dan melihat mahasiswa berjalan cepat menuju masjid, sangat banyak jumlahnya, seperti jamaah haji yang hendak melempar jumrah. Aku pun shalat ashar, dan setelah itu aku menuju campus centre.
Aku sengaja tiba lebih awak 15 menit dari waktu yang dijanjikan karena ingin bernostalgia dengan campus centre, maklum sewaktu tingkat empat, aku bersama teman teman di badan eksekutif mahasiswa memperjuangan campus centre agar menjadi student centre secara fungsional, dan sepertinya cita-cita itu bisa aku lihat terwujud saat ini.
Duduk aku sendiri di anak tangga campus centre, lagi-lagi aku memperhatikan tingkah laku mahasiswa yang ada disana. Ada kumpulan mahasiswa sedang rapat dalam bentuk melingkar, akan tetapi ada batas antara pria dan wanita. Aku melihat sepasang mahasiswa dan mahasiswi yang berpapasan, mereka saling menyapa tapi tidak bersentuhan satu sama lain. Sepertinya budaya salaman berlawanan jenis sudah tidak popular lagi.
Di seberang sana, juga ada kelompok mahasiswa yang sedang mentoring, sepertinya sang mentor sedang mengajarkan cara membaca Al Qur’an yang baik kepada para peserta mentoring. Lapangan basket pun tampak ramai, ada yang berubah kawan, bukan lapangannya, tapi para pemain basket mengenakan celana di bawah lutut, bukan celana panjang memang, tapi aku yakin aurat mereka telah tertutup.
Tak lama kemudian, sang Presiden Mahasiswa datang, “Kak Jay” ia menyapa. “Ya, saya Presiden Mahasiswa kak,” ia melanjutkan kalimatnya diiringi salam yang hangat dari beliau.   Saya memperhatikan anak ini, pakaiannya casual, paduan celana jeans dan kemeja putih lengan panjang, aku menilik ke dalam saku kemejanya, ada mushaf kecil di dalamnya. Subhanallah, Presiden Mahasiswa kampusku seorang yang dekat dengan Qur’an. Kami pun berbicara tentang berbagai hal, dimulai dari kenalan singkat, pembicaraan mengenai kisah mahasiswa dan perjuangannya masa lalu, dilanjutkan dengan kondisi saat ini, dan pada bagian ini ia bercerita dengan semangat.
“Kampus ini sekarang bisa dikatakan tiada hari tanpa ta’lim, ya karena hampir setiap hari ada Lembaga Dakwah Himpunan Jurusan yang mengadakan ta’lim.  Mahasiswa pun sudah menyadari perannya dan kapasitasnya dalam kontribusi kepada masyarakat. Saat ini Indonesia bisa merasakan manfaat kemahasiswaan  dengan nyata” ia bercerita dengan bangga dan menggebu-gebu. Aku pun terbawa oleh arus kisahnya itu, sangat membanggakan memang.
“Mahasiswa pun sudah tersadari bahwa Agama adalah suatu yang integral dengan kehidupan sehari-hari. Para Ketua Himpunan dan unit saat ini pun juga mempunyai ta’lim khusus untuk mereka, isinya di sesuaikan dengan kebutuhan mereka sebagai pemimpin”. Sepertinya lembaga dakwah kampus sudah berhasil menanamkan nilai Islam dengan baik. Pembicaraan kami akhirnya masuk ke inti pembahasan, yakni ia meminta saya untuk mengisi di sebuah acara diklat aktifis kampus yang akan di selenggarakan satu bulan lagi.
Magrib pun tiba, masjid kampus menjadi tempatku berteduh kembali, setelah ibadah Maghrib, aku berencana menghabiskan target tilawah ku yang ku targetkan 2 juz satu hari, tinggal 6 halaman lagi, bisalah 10 menit selesai. Ternyata aku tak sendirian membaca Al Qur’an saat itu. Mahasiswa sepertinya mengalokasikan waktu diantara Maghrib dan Isya untuk memaksimalkan interaksi dengan Qur’an, kebanyakan dari mereka tilawah dan murojaah. Tidak banyak yang meninggalkan masjid untuk makan malam atau pulang ke kost. Mereka benar-benar telah memilih untuk mengisi waktu diantara shalat ini untuk mengisi kembali semangat mereka dalam beraktifitas dengan cara yang sangat mulia, berinteraksi dengan Qur’an.
Isya berkumandang, aku pun shalat berjamaah kembali, sungguh nikmat hari ku ini. Setelah sekian lama berkelana demi gelar S-3, aku akhirnya bisa merasakan Shalat berjamaah empat kali di kampus ku, dengan bacaan imam yang panjang nan merdu, membuat para jamaah hanyut dalam do’a dan komunikasi kepada Alloh.  Seperti sendiri di padang pasir, tak ada yang melihat, hanya aku dan Robb ku, sangat terasa menggetarkan hati setiap untaian ayat yang diucapkan imam.
Fabi ayyiaa laa irabbikumaa tukadzibaan, lantutan Ar-Rahman ini membuat separuh jamaah menangis, aku rasa mereka mahfum terhadap makna dari ayat ini. Shalat Isya pun usai, dan aku mempersiapkan diri untuk janjiku yang terakhir hari ini.
Tak lama setelah shalat rawatib , pundakku ditepuk dari belakang, “Akh Jay, bagaimana kabarnya, pertemuan kita di sekret saja kak, teman-teman sudah menunggu disana” kami pun berangkulan seakan kawan lama yang bertemu kembali, lalu bersama menuju sekret. Sekret yang membesarkan namaku 15 tahun silam.
Aku memasuki gedung itu, sekret nya masih di lantai dua, Cuma saat ini tampak lebih besar rapih. Aku masuk dan bersalaman  dengan sekitar delapan pengurus lembaga dakwah kampus lainnya. Aku mencoba melihat sekeliling, ada beberapa piagam mengisi pelatihan, dan aku memperhatikan dengan seksama buku dalam rak buku yang tersusun rapih, aku melihat buku-buku tulisanku dulu tentang dakwah kampus masih di simpan dengan baik di rak itu. Romantika masa lalu, aku pun teringat pada kawan-kawan seperjuangan ku di kampus, 3 tahun di lembaga dakwah kampus dan 1 tahun di badan eksekutif mahasiswa jurusan membuat aku memiliki cukup modal untuk berjuang melewati dunia nyata.
Pertemuan malam itu dengan kawan-kawan dari lembaga dakwah kampus adalah sebuah kenangan tersendiri bagi hidupku kawan, aku seakan 10 tahun lebih muda, aku seakan memasuki suatu dunia khayal baru, ketika mereka menceritakan kesuksesan mereka. Rencana besar mereka yang akan menjadi tuan rumah International Islamic Student Conference tahun depan, lalu mereka memperlihatkan suatu sistem memuat controlling  600 kelompok mentoring di kampus , mereka juga denga bahagia memperlihatkan dokumentasi acara mereka yang selalu di hadiri banyak mahasiswa.

Malam itu sangat indah kawan, dan kalimat terakhir dari mereka sebagai ungkapan perpisahan malam itu dan ucapan selamat datang kembali bagiku.

Ya kawan!! Kita akan selalu berjuang bersama
Kita akan buat legenda kita bersama
Ini adalah mimpi ku kawan, bukan khayalan belaka tetapi sebuah cita-cita mulia.
Kawan, apakah kamu bisa merasakan keindahan yang kurasakan??  Rasakanlah kawanku, rasakan keindahan ini…
Ku yakin, pernah terbesit dalam fikiranmu tentang mimpi ini..
(bantu aku untuk mewujudkannya ya..)


Notes : 12 Agustus 2011 M / 12 Ramadhan 1432 H
(Disela-sela Kerja Praktek, Gandul – Depok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar